Selasa, 26 Januari 2010

Pembelajaran Bahasa Inggris yang Kreative

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan individu, terutama bagi perkembangan bangsa dan negara. “Tujuan pendidikan pada umumnya adalah memungkinkan tersedianya tempat bagi anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal sehingga dia bisa mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan masyarakat”(Munandar, 2009: 6). Dalam UU no. 20 tahun 2003 dituliskan “manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.” Dari paparan di atas bisa disimpulkan bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar dalam kelangsungan hidup manusia.

Menurut UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 “bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu“. Sedangkan pada pasal 1 ayat 26 disebutkan “warga negara adalah warga negara Indonesia baik yang tinggal di Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Selanjutnya pada pasal 4 ayat 1, “pendidikan dilaksanakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa”. Dari beberapa hal tersebut bisa kita lihat bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh pemerintah dan harus dipastikan sampai ke semua warga negara. Pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan maka “arah pendidikan masa depan harus mampu memberikan jalan pemecahan masalah bagi pembangunan yakni tersedianya sumber daya insan yang berkualitas sehingga mampu mengantisipasi setiap perubahan yang cepat.” (Soetarno, 2002: 1). Selain itu “pendidikan merupakan upaya yang dapat mempercepat pengembangan potensi manusia karena pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional serta moral dan ketakwaan manusia” (Sa’ud & Makmun, 2005: 6).

Pendidikan adalah topik yang sangat menarik untuk didiskusikan dewasa ini, dari mulai munculnya pendidikan gratis sampai dengan mutu pendidikan itu sendiri. Tapi yang jelas, yang tidak bisa kita pungkiri adalah pendidikan merupakan salah satu factor penting dalam kelangsungan hidup negara kita, oleh sebab itu pengelolaan pendidikan harus betul–betul diprioritaskan. Pengelolaan dari departemen yang paling atas sampai yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan pendidikan itu sendiri. Menurut Tilaar dan Uys “pengelolaan pendidikan merupakan hal yang mendesak untuk dibangun” (Harsono, 2008: 9).

Ada banyak persoalan yang harus diselesaikan di dunia pendidikan. Etos kerja, sarana prasarana, proses pembelajaran, partisipasi masyarakat, motivasi belajar, pembiayaan dan masih banyak lagi masalah–masalah yang perlu mendapatkan penanganan yang konsisten dan professional. Persoalan yang paling dekat dengan peneliti, yang berprofesi sebagai pendidik adalah masalah dalam pengelolaan pembelajaran yang kreatif di kelas.

“Salah satu faktor yang menentukan dan menunjang keberhasilan pembelajaran adalah apabila guru sebagai pengelola kelas mampu menciptakan suasana kelas yang kondusif sehingga siswa merasa aman dan nyaman selama proses pembelajaran dan pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat tercapai” (Sanjaya, 2008: 24).

Dalam melaksanakan pengelolaan pembelajaran ada dua macam kegiatan yang harus dilakukan yaitu mengelola sumber belajar dan melaksanakan peran sebagai sumber belajar itu sendiri. Upaya guru dalam menciptakan kondisi yang diharapkan akan efektif bila, pertama, diketahui secara tepat faktor apa saja yang menunjang proses pembelajaran. Kedua, diperkirakan masalah apa sajakah yang biasanya timbul dan dapat merusak iklim belajar. Ketiga, pemahaman guru terhadap manajemen kelas. Dari uraian diatas bisa disimpulkan bahwa guru memegang peran yang sangat penting dalam keberhasilan pembelajaran.

Kreativitas merupakan salah satu pendekatan untuk menyelesaikan suatu masalah. Kreativitas tidak hanya diperlukan dalam bidang seni tetapi juga sangat penting dalam pembelajaran. Menurut Gordon dalam Joyce (1980 :166-167),

“Gordon bases synetics in four ideas about creativity, first, creativity is important in everyday activities and stresses that the meaning of ideas can be enhanced trough creative activity by helping us see things more richly. Second, the creative process is not all mysterious. It is possible to train persons directly to increase their creativity. Third, creativity invention is similar in all field and is characterized by the same underlying intellectual processes. Fourth, that individual and group invention ( creative thinking ) are very similar.”

Gordon mendasarkan sinetik pada empat hal tentang kreativitas, pertama, kreativitas merupakan hal penting dalam kehidupan sehari-hari dan menekankan bahwa ide-ide dapat ditingkatkan melalui kegiatan yang kreatif dengan membantu kita untuk melihat sesuatu dengan lebih baik. Kedua, proses kreatif bukanlah hal yang misterius. Sangatlah mungkin untuk melatih orang untuk meningkatkan kreativitas mereka. Ketiga, penemuan kreativitas adalah sama di semua bidang dan digolongkan pada proses intelektual yang sama. Keempat, bahwa penemuan pemikiran creative hampir sama baik secara kelompok atau individu. Jadi, kreativitas bukanlah hal yang tidak mungkin untuk dimunculkan oleh semua orang dan kreativitas diperlukan untuk meningkatkan harapan menuju ke tujuan.

Guru merupakan pemegang kendali tertinggi pada proses pembelajaran, namun begitu, siswa juga harus mempunyai respon yang bagus dalam proses pembelajaran. “The characteristics of good English foreign language learning are motivation, personality, find their own way, creative, etc” (Rahmadi, Muhtar, Sudjai, 2005: 2.13). Ciri–ciri pembelajar bahasa Inggris yang baik adalah bahwa dia punya motivasi, berkepribadian, menemukan cara yang tepat, kreatif, dll. Seseorang yang ingin mencapai suatu tujuan tertentu secara maksimal maka dia harus berusaha semampu mungkin agar dapat mencapai tujuan tersebut. Usaha tersebut dilakukan tanpa mengenal adanya hambatan baik yang datang dari dalam individu maupun dari luar individu. Jadi untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa Inggris, memang harus ada interaksi antara guru dan siswa.

Prinsip belajar bahasa yang baik, menurut Angela Scarino dan kawan-kawan, seperti yang dikutip oleh Azies dan Alwasilah (2000: 28), adalah:

1. Pembelajar akan belajar dengan baik bila ia diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat.

2. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik bila ia diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam penggunaan bahasa sasaran secara komunikatif dalam berbagai macam aktifitas.

3. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia dipajangkan ke dalam data komunikatif yang bisa dipahami dan relevan dengan kebutuhan dan minatnya.

4. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, ketrampilan dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa.

5. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia diberikan data sosiokultural dan pegalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran.

6. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya.

7. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia diberi umpan balik yang tepat yang mencakup kemajuan mereka.

8. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri.

MGMP Bahasa Inggris adalah merupakan sebuah forum musyawarah guru- guru bahasa Inggris dan merupakan tempat untuk sharing tentang keadaan sekolah masing-masing. Dari pertemuan MGMP tersebut terungkap bahwa banyak guru yang mengeluh, banyak siswa tidak bisa mencapai hasil seperti yang diharapkan dan juga kebanyakan siswa tidak bergairah dalam mengikuti pembelajaran karena sudah terdoktrin bahwa bahasa Inggris sulit. Mereka tidak kreatif untuk bisa meminimalisir kekurangan mereka. Sementara itu tidak ada motivasi dari siswa untuk mengatasi kesulitan mereka. “Motivasi adalah usaha yang sungguh–sungguh dari seseorang untuk mencapai tujuan, baik suka maupun tidak suka, dia berusaha untuk menjadikan sesuatu tersebut supaya menjadi disukai” (Soemarsono, 2007: 13). Hasil perolehan nilai UAN tidak menggembirakan dari tahun ke tahun. Siswa seperti tidak punya minat sama sekali selama proses pembelajaran, mereka hanya diam tanpa respon, seakan sudah tahu apa yang disampaikan guru tapi sebenarnya kosong. Setiap guru bertanya selalu tidak ada jawaban. “Learning start with a question”(Zauni, Munthe, Aryani, 2002: 43). Belajar akan lebih efektif dan kreatif jika ada pertanyaan. Salah satu cara untuk membuat siswa aktif dan kreatif adalah dengan memberi pertanyaan pada siswa dan mendorong siswa untuk bertanya. Walaupun begitu siswa tetap tidak terdorong untuk bertanya dan tidak kreatif untuk mengemukakan ide.

Tiap menjelang UAN, guru bahasa Inggris selalu merasa khawatir dengan hasil yang akan diperoleh oleh anak didiknya pada ujian akhir, padahal bahasa Inggris merupakan salah satu penentu kelulusan. Bila dilihat lebih dalam, selain sebagai materi pelajaran wajib yang merupakan penentu kelulusan, bahasa Inggris sebenarnya juga merupakan bahasa international yang selalu dipakai dalam era global ini.

UNESCO seperti dikutip oleh Rachmadie, Muhtar dan Sudjai dalam buku mereka TEFL IV (2005: 2.13), menyebutkan:

“The learning of foreign language has become necessary not only for general social reason but also for cultural and scientific exchange in a world where science, technology and human thought are developing rapidly, for economic reasons consequent on the rapid expansion of world trade; and for purposes of promoting international understanding.”

Belajar bahasa asing menjadi penting tidak hanya untuk alasan yang umum tapi juga untuk mengikuti perubahan budaya dan ilmu di dunia dimana ilmu, tehnologi dan pemikiran orang berkembang dengan pesat, dan juga untuk perkembangan ekonomi yang pesat di pasar dunia; dan untuk memajukan perdamaian dunia. Disebutkan, “seseorang yang menguasai dua bahasa mempunyai keuntungan pendidikan dengan menyadari cara–cara, kebiasaan dan pola pemikiran dari dua bahasa. Penampakan terhadap budaya lain mempunyai dampak positif dari kepekaan dan tenggang rasa siswa” (Munandar, 2009: 155). Dari beberapa hal di atas bisa disimpulkan bahwa bahasa Inggris sangat diperlukan baik dalam dunia pendidikan, sosial maupun kebudayaan.

Dari MGMP bahasa Inggris penulis juga menangkap bahwa para guru jarang yang introspeksi diri akan kekurangan mereka dalam pengelolaan pembelajaran, mereka hanya berpendapat bahwa ketidak berhasilan dalam pembelajaran disebabkan oleh siswa. Banyak guru yang tidak memahami tentang pengelolaan kelas dan kurang kreatif dalam penyampaian materi. Menurut Munandar (2009: 6) “ditinjau dari aspek manapun kreativitas sangat diperlukan apalagi dalam menghadapi tantangan di era global”. Seharusnya guru sebagai ilmuwan dituntut untuk terus belajar, menjadi teladan bagi anak didiknya, membantu peserta didik untuk menjadi yang terbaik dan berhasil membawa peserta didik menguasai kemampuan yang menjadi tujuan pembelajaran. Dalam hal ini kemampuan guru dalam memotivasi peserta didik merupakan hal yang sangat mendasar. Guru dituntut kemampuannya untuk mencipatakan suasana kelas sebagai masyarakat belajar yaitu tempat peserta didik datang dengan maksud utama belajar, bekerja sama dengan seluruh guru dan teman. “Suasana yang seperti ini akan menciptakan suasana nyaman, aman, dihargai sehingga timbul ikatan emosional positif dari peserta didik yang pada gilirannya mendorong tumbuhnya motivasi belajar dan berprestasi”(Syaodih, 2003: 151-154). Banyak guru hanya sekedar mengajar dan menyampaikan materi sesuai dengan materi yang dibuat oleh MGMP, kalaupun menggunakan buku ajar yang lain, pegangan utama tetap kitab MGMP dan selalu beranggapan bahwa siswa bodoh dan tidak kreatif. Guru hanya berpikir menyelesaikan materi dan menyampaikannya secara monoton, mengejar target tanpa berpikir tujuan pembelajaran bahasa Inggris yang lain, yang penting anak bisa lulus UAN. “Mata pelajaran bahasa Inggris di SLTP merupakan pelajaran wajib, berfungsi sebagai wahana pengembangan diri siswa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang menggunakan bahasa Inggris sehingga mereka tumbuh dan berkembang dan menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkepribadian Indonesia serta siap ikut serta dalam pembangunan nasional” (Winaputra, dkk, 2005: 1.19). Jadi pada dasarnya bahasa Inggris sangat penting diajarkan tidak hanya sekedar sebagai mata pelajaran namun juga sebagai bekal anak di era global.

Selama proses pembelajaran guru cenderung teacher centered, guru tidak kreatif dengan mengembangkan materi yang ada atau membuat alat peraga untuk memudahkan anak mencapai tujuan pembelajaran ataupun berimajinasi dalam penyampaian materi. Seorang guru memang masih tetap merupakan salah satu sumber belajar tetapi tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar bagi para peserta didiknya. Guru harus menggunakan sumber belajar lain yang disebut sebagai media untuk membelajarkan peserta didiknya. “One of the role of media is to attracct the students’ attention and to deliver the information”(Syamsudin, 2002: 1). Kebanyakan guru, bahkan hampir tidak pernah menggunakan media, metode, alat peraga ataupun strategi pembelajaran yang bervariasi. Padahal tiap–tiap siswa mempunyai kelemahan dan kelebihan yang berbeda–beda jadi diperlukan strategi yang berbeda pula. Seperti yang dikatakan Zauni, Munthe dan Aryani (2002: XL), “ strategi pembelajaran digunakan karena siswa mempunyai cara – cara belajar yang berbeda – beda (different learning style). Jadi untuk dapat membantu siswa belajar dengan maksimal maka guru harus mengakomodir kebutuhan siswa. Untuk itu diperlukan strategi pembelajaran yang berbeda – beda”.

Peneliti akan mengadakan penelitian di SMP NEGERI 1 WONOGIRI, sebuah sekolah tertua dan dianggap nomer satu di Wonogiri dan diharapkan dari hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk sekolah yang lain. Terutama untuk guru bahasa Inggris sehingga bisa membawa siswa mereka ke arah keberhasilan. Peneliti memilih SMP Negeri 1 Wonogiri karena, khususnya dalam pelajaran bahasa Inggris, SMP tersebut hampir bisa dipastikan menempati posisi teratas, baik dalam lomba–lomba ataupun dalam perolehan nilai UAN. SMP Negeri 1 Wonogiri memperoleh predikat sekolah Rintisan Sekolah Berstandar International ( RSBI ) pada tahun pelajaran 2007/ 2008 dan merupakan sekolah RSBI pertama di Wonogiri. Diperoleh data hasil perolehan nilai UAN bahasa Inggris dalam 2 tahun terakhir yaitu pada tahun pelajaran 2006/ 2007, nilai tertinggi adalah 10, nilai terendah 6 dan pada tahun pelajaran 2007/ 2008, nilai tertinggi adalah 9.8, nilai terendah 4.4. Sekitar 40% lulusannya bersekolah di sekolah favorit di luar kota Wonogiri dan hampir 50% bersekolah di SMA favorite di dalam kota Wonogiri.

B. Fokus

Dari uraian di atas, maka focus peneliti adalah bagaimana karakteristik pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris yang kreatif pada siswa kelas 9 di SMP Negeri 1 Wonogiri?

Sub fokus:

1. Bagaimana karakteristik materi pembelajaran bahasa Inggris yang kreatif pada siswa kelas 9 di SMP Negeri 1 Wonogiri?

2. Bagaimana karakteristik interaksi guru dengan siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris yang kreatif pada siswa kelas 9 di SMP Negeri 1 Wonogiri?

3. Bagaimana karakteristik aktivitas pembelajaran yang kreatif pada siswa kelas 9 dalam mata pelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri 1 Wonogiri?.

C. Tujuan Penelitian

Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui karakteristik pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris kelas 9 di SMP Negeri 1 Wonogiri yang meliputi tentang:

1. Karakteristik materi pembelajaran bahasa Inggris yang kreatif kelas 9 di SMP Negeri 1 Wonogiri.

2. Karakteristik interaksi guru dengan siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris yang kreatif kelas 9 di SMP Negeri 1 Wonogiri.

3. Karakteristik aktivitas pembelajaran yang kreatif pada siswa kelas 9 dalam mata pelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri 1 Wonogiri.

D. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan ada manfaat untuk para guru bahasa Inggris, pengelola pendidikan ataupun pada para pembaca. Diharapkan manfaat dari penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:

1. Untuk Dinas Pendidikan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang akurat dan obyektif tentang pengelolaan kelas bahasa Inggris kelas 9 di SMP Negeri 1 Wonogiri sehingga bisa mengambil langkah yang tepat untuk SMP tersebut dan sekolah-sekolah yang lain.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan wacana dan pemahaman kepada guru khususnya guru bahasa Inggris sebagai pengelola kelas sehingga dapat menuju pada keberhasilan.

3. Memberikan pemahaman pada guru sebagai pengelola kelas bahwa salah satu factor keberhasilan pembelajaran adalah melalui pengelolaan kelas yang baik.

4. Untuk SMP Negeri 1 Wonogiri, penelitian ini diharapkan bisa meminimalisir kekurangan dan mengembangkan kebaikan yang sudah ada.

5. Untuk Komite Sekolah, diharapkan penelitian ini bisa dijadikan sebagai alat kontrol SMP Negeri 1 Wonogiri sehingga kualitasnya bisa lebih meningkat.

E. Daftar Istilah

1. Pembelajaran bahasa Inggris adalah segala kegiatan yang dilakukan guru untuk membantu siswa dalam pelajaran dan belajar bahasa Inggris, termasuk melakukan diagnosis kebutuhan siswa, merencanakan pelajaran, menyajikan informasi, mengajukan pertanyaan dan menilai kemajuan belajar siswa. Pembelajaran merupakan lingkungan belajar yang terdiri dari unsur tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa dan guru. Semua unsur tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi dan semuanya berorientasi pada tujuan.

2. Pengelolaan Pembelajaran yang Kreatif adalah segala kegiatan guru yang dilakukan secara kreatif untuk menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran yang efektif. Pengelolaan pembelajaran yang kreatif ditujukan untuk mendorong munculnya tingkah laku yang diharapkan dan menghilangkan yang tidak diharapkan, menciptakan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio – emosional yang positif serta menciptakan dan memelihara organisasi kelas yang produktif dan efektif.

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran Bahasa Inggris

Sebelum peneliti mengkaji lebih lanjut tentang pembelajaran bahasa Inggris, akan dikaji terlebih dahulu tentang belajar, karena pembelajaran merupakan sebuah proses belajar–mengajar atau instruction. Belajar atau learning, menurut Johnson (2002: 18)

1) A relatively permanent change in response potentiality which occur as a result of reinforced practice, 2) A change in human disposition or capability, which can be retained and which is not simply ascribable to the process of growth”.

Dari dua definisi ini ada tiga prinsip yang harus diperhatikan. Pertama, belajar menghasilkan perubahan tingkah laku yang permanen terhadap anak didik. Kedua, anak didik memiliki potensi dan kemampuan kodrati yang harus dikembangkan. Ketiga, perubahan atau pencapaian kualitas ideal tidak tumbuh alami.

Sedangkan Hilgard dalam Sanjaya (2008 : 235) mengungkapkan,

“Learning is the process by which an activity originates or changed through training procedures (whether in the laboratory or in the natural environment) as distinguished from changes by factors not attributable to training“

Bagi Hilgard, belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah. Jadi belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang sehingga mengakibatkan perubahan. Seperti apa yang dikatakan oleh Indarwassid dan Sunendar (2008: 5), “belajar berarti perubahan tingkah laku pada peserta didik akibat adanya interaksi antara individu dan lingkungannya melalui pengalaman dan latihan. Perubahan ini menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor”. Dalam teori belajar dan pembelajaran oleh Winata (2008: 17), “belajar dalam konteks Tujuan Pendidikan Nasional harus dimaknai sebagai belajar untuk menjadi orang yang beriman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Karena belajar memiliki misi psiko-paedagogik dan sosio–paedagogik maka dalam rangka pengembangan anak didik nilai sikap, nilai ketrampilan mengenai keberagaman dalam kontek ketakwaan, akhlak, ketahanan jasmani, kreatif, demokrasi, dan patriotisme harus betul–betul dikembangkan. Dari semua pengertian tentang belajar di atas bisa disimpulkan bahwa belajar dipusatkan pada tiga hal.

1. Belajar harus menghasilkan perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut terjadi pada semua aspek, kognitif, afektif dan psikomotor.

2. Perubahan tingkah laku terjadi pada diri individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungannya.

3. Perubahan perilaku akibat belajar bersifat menetap.

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar, prinsip belajar akan sangat menentukan proses dan hasil belajar. Prinsip ada lima hal.

1. Motivasi

Baik motivasi instrinsik maupun ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah dorongan untuk mencapai tujuan belajar yang berasal dari dalam diri sendiri. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar diri, misalnya dari guru yang berupa pujian-pujian.

2. Perhatian.

Perhatian maksudnya pemusatan fikiran dan perasaan terhadap suatu objek. Makin terpusat pada pelajaran, proses belajar makin baik dan tentu saja hasilnya akan semakin baik pula.

3. Aktif dan kreatif

Yang dimaksud disini adalah bahwa siswa harus ikut ambil bagian dalam proses belajar.

4. Umpan Balik.

Siswa harus mengetahui apakah yang dilakukan atau yang diperoleh di dalam proses belajar sudah betul apa belum.

5. Perbedaan Individual.

Siswa belajar sebagai individu yang berbeda, mereka belajar sebagai diri mereka pribadi yang berbeda dari makhluk lain (Winaputra, 2005:2.11).

“Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukkan kegiatan guru dan murid. Sebelumnya kita menggunakan istilah proses belajar mengajar” (Winataputra, 2008: 1.19). Sedangkan pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. “Proses pembelajaran terdiri atas beberapa komponen yang satu sama lain saling berinteraksi, komponen tersebut adalah tujuan, materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, media dan evaluasi” (Sanjaya, 2006 : 58). Jadi untuk menjadikan pembelajaran berhasil dengan baik maka komponen–komponen seperti tersebut di atas tidak boleh saling tertinggal. Karena tanpa tujuan yang jelas, tidak akan jelas pula mau kemana siswa dibawa. Materi pelajaran merupakan inti dari proses pembelajaran, artinya bahwa proses pembelajaran di sekolah adalah proses penyampaian materi. Guru harus memahami secara baik tentang metode dan strategi pembelajaran untuk memudahkan dalam penyampaian materi. Sementara, evaluasi diperlukan untuk mengukur sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai.

Menurut Gagne, Briggs dan Wagner “instruction is a set of events that affect learners in such a way that learning is facilitated” (Sanjaya, 2008: 212). Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Sedangkan menurut Hamalik (1990: 70), “pembelajaran merupakan upaya seseorang yang bertujuan untuk membekali orang untuk belajar”. Pembelajaran dilukiskan sebagai upaya untuk membantu orang lain belajar, artinya pembelajaran sebagai suatu proses. Pembelajaran tersebut dapat dilakukan pada tahap yang berlangsung secara berkelanjutan. Dengan demikian pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antar peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik.

Orang belajar bahasa didorong oleh kebutuhannya untuk berkomunikasi, keperluannya untuk mempertahankan hidupnya. Mereka ingin dipahami dan memahami orang lain. Begitu kuat dorongan untuk belajar bahasa, tanpa sadar seseorang telah menyerap sistem suatu bahasa. “Penguasaan sistem bahasa itu memungkinkan untuk dapat memahami suatu tuturan yang belum pernah diperdengarkan atau diucapkan sebelumnya” (Wardani, 2001: 5 – 6).

Pemerolehan dan pembelajaran bahasa mengacu pada usaha seseorang untuk mengembangkan kemampuan komunikasinya. “Pemerolehan bahasa pada dasarnya merupakan proses seorang anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal” (Sabar et al, 1997: 3). Dikatakan juga dalam buku tersebut, bahwa, pemerolehan bahasa mengandung dua pengertian, yaitu pemerolehan bahasa secara mendadak dan pemerolehan bahasa memiliki permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi motorik, sosial dan kognitif pralinguistik. Di sisi lain teori yang membahas tentang belajar bahasa kemudian dikenal dengan teori pembelajaran bahasa secara luas. “Ada beberapa ranah yang harus diperhatikan dalam pembelajaran bahasa yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan demikian, dalam pembelajaran bahasa, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menjaga terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik” (Mulyasa, 2003: 100).

Pembelajaran bahasa adalah suatu aktivitas untuk menolong, membimbing, mengarahkan seseorang untuk dapat memperoleh ketrampilan yang positif, gagasan, sikap, harapan–harapan penghargaan, dan pengetahuan. “Language policy is often described as long term sustained and conscious effort to alter a language’s functions in a society for the purpose of solving communication problems also is a seen as a mean of solving communication problems, across borders and internationally” (Barenfanger dan Tschirner, 2008: 81). Menurut Barenfanger dan Tschimer, pembelajaran bahasa sering dideskripsikan sebagai usaha yang dilakukan secara sadar dan terus menerus untuk mengubah fungsi bahasa dalam masyarakat dengan tujuan untuk mengatasi masalah komunikasi dan juga sebagai alat komunikasi secara internasional.

Dalam proses pembelajaran bahasa Inggris, bahasa yang digunakan guru di kelas memiliki peran yang sangat penting, tidak hanya untuk pengorganisasian kelas tetapi juga proses penguasaan bahasa yang dipelajari siswa.

“Guru harus menggunakan metode dan pendekatan pembelajaran yang tidak saja membuat proses pembelajaran menarik, tapi juga memberikan ruang bagi murid untuk berkreativitas dan terlihat secara aktif sepanjang proses pembelajaran. Hingga aspek kognitif, afektif dan psikomotorik anak pun dapat berkembang maksimal secara bersamaan” (Baharudin, Wahyuni, 2008: i).

Guru sebagai fasilitator bahasa seperti diungkapkan oleh Sellin dan Birch

(1980) mempunyai peran sebagai berikut

1. Memksimalkan ciri-ciri kunci dari bahasa,

2. Membantu siswa memahami bahasa sebagai alat komunikasi,

3. Membantu siswa dalam memadukan ketrampilan sastra dalam dimensi konten di sekolah dan terhadap pengalaman hidup.

Model kompetensi yang yang dikembangkan dalam pembelajaran bahasa dirumuskan sebagai kompetensi komunikatif atau communicative competence. Model ini berupaya mempersiapkan siswa untuk berkomunikasi menggunakan bahasa untuk berpartisipasi dalam masyarakat pengguna bahasa. “To be able to perform good English communication both in oral and written forms the students should be trained in four language skills namely listening, speaking, reading and writing”(Rachmadi, Mochtar, Sudjai, 2005: 1.19). Untuk bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris baik oral maupun tulis siswa harus di latih empat unsur bahasa yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis.

Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, tehnologi dan budaya. “Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana yakni kemampuan memahami dan menghasilkan teks lisan atau tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis” (Depdiknas, 2004: 131). Keempat keterampilan inilah yang digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi dikatakan disini bahwa bahasa mempunyai empat unsur dan keempat–empatnya harus dikuasai dengan baik.

“Kompetensi yang dikembangkan dalam pembelajaran bahasa meliputi kompetensi mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Standar kompetensi mendengar adalah memahami berbagai makna (interpersonal, ideational dan textual) dalam berbagai teks lisan interaksional. Kompetensi berbicara mencakup kemampuan mengungkapkan berbagai makna (interpersonal, ideational dan textual) dalam berbagai teks lisan interaksional. Kompetensi membaca meliputi kemampuan memahami makna (interpersonal, ideational dan textual) dalam berbagai teks tulis interaksional. Adapun kompetensi menulis meliputi kemampuan mengungkapkan berbagai makna (interpersonal, ideational dan textual) dalam berbagai teks tulis interaksional” (Depdiknas, 2004: 16-17).

Untuk orang Indonesia belajar bahasa Inggris memang sulit karena kedua bahasa tersebut berbeda susunan kalimat, bunyi dan kultur. Tanpa dukungan yang bagus mustahil siswa bahasa Inggris bisa berhasil dengan baik. Menurut Molton,

“ada lima karakteristik kunci yang perlu dipertimbangkan jika hendak merancang program bahasa. 1) bahasa itu ujaran, bukan tulisan, 2) bahasa itu seperangkat kebiasaan, 3) ajarkanlah bahasa, bukan tentang bahasa, 4) bahasa, seperti yang dikatakan oleh penutur asli, bukan seperti apa yang dipikirkan orang bagaimana seharusnya mereka berbicara” (Furqanul dan Chaedar, 2000: 21).

Dalam pembelajaran bahasa Inggris SMP ditargetkan agar peserta didik dapat mencapai tingkat fungsional yakni berkomunikasi secara lisan dan tulis untuk menyelesaikan masalah sehari-hari.

B. Pengelolaan Pembelajaran yang Kreatif

Yang dimaksud pengelolaan pembelajaran di sini adalah learning management yang dilakukan oleh guru mata pelajaran (learning manager). Konsep ini mengacu pada tugas dan tanggung jawab guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Tugas dan tanggung jawab guru dalam pembelajaran tertuang dalam SK Mendikbud nomor 025 / 0 / 1995, meliputi lima aspek.

1. Penyusunan rencana program pengajaran,

2. Pelaksanaan program pengajaran,

3. Pelaksanaan evaluasi,

4. Analisis evaluasi,

5. Pelaksanaan perbaikan dan pengayaan.

Guru, menurut Undang–Undang No. 14 / 2005, pasal 1, butir 1 tentang guru dan dosen, yang disebut dengan guru adalah “pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta pendidikan dasar dan pendidikan menengah.” Arikunto (1998: 78), mengemukakan:

“Perencanaan adalah proses mempersiapkan rangkaian pengambilan keputusan untuk dilakukannya tindakan dalam mencapai tujuan – tujuan organisasi dengan atau tanpa menggunakan sumber–sumber yang ada. Aspek–aspek perencanaan meliputi: 1) apa yang akan dilakukan, 2) siapa yang harus melakukan, 3) kapan dilakukan, 4) dimana dilakukan, 5) bagaimana dilakukan, dan 6) apa saja yang diperlukan agar tercapainya tujuan secara maksimal.”

Sanjaya (2008: 25) memaparkan lebih spesifik bahwa “guru sebagai pengelola harus membuat sebuah perencanaan”. Perencanaan merupakan fungsi yang sangat penting bagi seorang manajer. Kegiatan dalam melaksanakan fungsi perencanaan diantaranya meliputi memperkirakan tuntutan dan kebutuhan, menentukan tujuan, menulis silabus kegiatan pembelajaran, menentukan topik yang harus dipelajari, mengalokasikan waktu, serta menentukan sumber–sumber yang diperlukan.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah aktivitas atau kegiatan berupa proses penentuan program kerja dimana kegiatan tersebut meliputi: apa yang akan dilakukan, siapa yang akan melakukan dimana dan bagaimana melakukannya. Program kerja yang telah disusun pada tahap perencanaan kemudian diimplementasikan dalam pelaksanaan. Pelaksanaan adalah suatu proses kegiatan untuk melakukan perencanaan. Evaluasi adalah fungsi terakhir dari proses manajemen atau pengelolaan, evaluasi merupakan proses pemantauan kegiatan apakah sebuah organisasi sudah mempergunakan sumber yang ada secara baik dan sesuai dengan rencana untuk mencapai tujuan.

Komponen utama dalam pembelajaran antara lain peserta didik, guru, sumber belajar, metode, media dan lingkungan. Untuk melihat kualitas pembelajaran di sekolah, variable yang diduga menentukan adalah kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran, penguasaan guru pada bidang yang diajarkan atau isi bahan ajar yang bersumber dari kurikulum, ketrampilan guru dalam menyampaikan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran, kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran di kelas, kemampuan guru dalam memilih media yang cocok dan mengembangkan media, kemampuan guru dalam menyusun alat evaluasi standar buatan guru dan kemampuan guru dalam memperbaiki pembelajaran (Depdiknas, 2005: 7). Sedangkan Sanjaya (2008: 52) mengatakan “terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran, diantaranya adalah faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan”.

1. Faktor Guru

Dalam proses penbelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning). Oleh karena itu, efektivitas dan keberhasilan suatu pembelajaran terletak pada kualitas dan kemampuan guru.

“Guru yang memiliki kompetensi profesional perlu menguasai antara lain: 1). Disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran, 2). Bahan ajar yang diajarkan, 3).Pengetahuan tentang karakteristik siswa, 4). Pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan, 5). Pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu merencanakan memimpin, guna kelancaran proses pendidikan” (Uno, 2008: 64-65).

2. Faktor Siswa

Siswa dengan karakteristik yang berbeda–beda menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam pengelompokan siswa maupun perlakuan guru dalam menyesuaikan gaya belajar.

3. Faktor Sarana dan Prasarana

Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat–alat pembelajaran, perlengkapan sekolah dan lain sebagainya; sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya. Kelengkapan sarana prasarana akan memotivasi guru dan siswa dalam proses pembelajaran. “E-learning process technologies have also played a very important role in shaping the direction of virtual learning management solutions…” (Dealtry, 2005: 467). Menurut Dealtry, tehnologi e-learning juga mempunyai peran penting dalam manajemen pembelajaran.

“Guru hendaknya memilih model yang menurut mereka cocok dengan metode dan falsafah mengajar mereka. Yang menentukan hasil guna dari suatu model adalah bagaimana model itu digunakan dan bukannya penggunaanya semata-mata.......penggunaan yang paling bermanfaat dari model belajar mengajar adalah jika guru dapat bekerja dengan berbagai model dan menggunakannya sesuai dengan situasi…….pengajar yang ulung ialah yang tahu apa yang digunakan dan kapan menggunakannya” (Munandar, 2009: 162).

4. Faktor Lingkungan

Menurut Sanjaya (2008 : 56), “dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosio–psikologis”. Faktor organisasi kelas yang di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang mempengaruhi proses belajar mengajar. Sementara factor sosio–psikologis adalah keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Bisa hubungan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, guru dengan guru, bahkan guru dengan pimpinan.

Dalam proses transferring values and knowledge, guru yang baik akan senantiasa mengajar dan berkomunikasi kepada anak–anak dan bukan sekadar menyampaikan pelajaran kepada mereka. Guru harus kreatif dalam pembelajaran sehingga siswa mudah menerima penyampaian dari guru. Menurut Yudha (2009 :20), “beberapa ciri–ciri guru yang kreatif adalah fleksibel, optimis, responsive dan empatik”. Sedangkan Sunendar dan Indarwassid mengemukakan,

“Kreativitas adalah kemampuan seseorang dalam menghasilkan sesuatu yang baru berdasarkan hal – hal yang sudah ada. Kreativitas seseorang ditandai oleh kemampuannya dalam mencetuskan gagasan – gagasan yang relative baru, misalnya dalam cara pemecahan masalah, dapat menguraikan sesuatu secara lancar dengan bahasa dan istilah yang kaya serta bervariasi dan kemampuan untuk beralih dari suatu persoalan ke persoalan lain secara luwes (2008 : 133).”

Kreativitas bisa dikembangkan dengan menciptakan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat mengembangkan kreativitasnya. Kreativitas menjadi media pencipta sumberdaya yang tanpa batas. Kreativitas muncul dari kemampuan berpikir kreatif . Thursto dalam Anastasia (2002: 402) menjelaskan bahwa “sikap kreatif di dorong oleh kondisi mau menerima sesuatu yang berbeda dengan sikap kritis. Sikap kritis mau menerima menunjukkan, mau dikritik, dapat menghargai orang lain sebagaimana adanya”. Hal yang menonjol dari sikap tersebut adalah kemauan bekerja keras dan bekerja dalam waktu yang lama. Ini menunjukkan adanya keterikatan terhadap tugas.

Ciri kreativitas diungkapkan oleh Munandar (2002: 51) yaitu “pengikatan diri terhadap suatu tugas, rasa ingin tahu, tertarik terhadap tugas majemuk yang dirasakan sebagai suatu tantangan, berani menanggung resiko untuk dikritik, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan dan mempunyai rasa humor, ingin mencari pengalaman baru, dapat menghargai diri sendiri maupun orang lain”. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungannya yang ditandai dengan aspek-aspeki inisiatif, percaya pada diri sendiri, tertarik terhadap tugas yang menantang, dan berani menanggung resiko baik dalam pikiran, perasaan dan sikap. Menurut Munandar (2009: 113-114) “…dalam kegiatan mengajar sehari-hari dapat digunakan sejumlah strategi khusus yang dapat meningkatkan kreativitas”.

1. Penilaian

Dalam kelas yang menunjang kreativitas, guru menilai pengetahuan dan kemajuan siswa melalui interaksi yang terus menerus dengan siswa. Sistem ini membuat evaluasi lebih bersifat memberi informasi daripada mengawasi dan kelanjutannya akan berguna bagi belajar dan kinerja siswa.

2. Hadiah

Seringkali anak senang menerima hadiah dan kadang-kadang melakukan segala sesuatu untuk mendapatkannya. Hadiah yang terbaik untuk pekerjaan yang baik adalah tidak berupa materi atau barang tetapi misalnya berupa anggukan, senyuman, kata-kata penghargaan atau acungan jempol.

3. Pilihan

Sedapat mungkin berilah kesempatan pada anak untuk membuat pilihan. Kreativitas tidak akan berkembang jika anak hanya dapat melakukan sesuatu dengan satu cara. Perlu batasan-batasan dan garis besar dalam pembelajaran dan tugas-tugas tetapi dalam batasan-batasan ini sebaiknya dimungkinkan untuk membuat pilihan.

C. Penelitian Terdahulu

Barbara Abromitis (2009) dalam artikelnya yang berjudul Cooperative Learning Basics for K-6 Classrooms : Creating a Collaborative Class Culture through Structured Lessons menjelaskan sebagai berikut;

Pembelajaran yang kreatif dan kooperatif didasarkan pada 5 komponen yang terbangun dalam suatu kelompok pembelajaran yang mana akan membantu belajar lebih baik siswa secara efektif dalam yaitu :

1. Saling keterkaitan yang bersifat positif.

Keberhasilan dalam mencapai sesuatu harus melibatkan kelompok yang saling berperan. Sehingga guru perlu memberi peran pada tiap anggota dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas.

2. Interaksi langsung.

Dalam belajar bahasa para siswa harus berdekatan untuk menyampaikan ide, pendapat dan saran sehingga mereka bisa berhadapan langsung megemukakan gagasan maupun pendapat mereka dan memberi serta menerima saran.

3. Akuntabilitas individu.

Guru dalammmemanfaatkan kelompok belajar di kelas bisa memberikan tugas bersama-sama akan tetapi secara individu tiap siswa harus bisa terukur tingkat keberhasilannya.

4. Berlatih dalam lingkungan social yang spesifik.

Dalam kerja kelompok siswa secara langsung berinteraksi dengan temannya yang mempunya latar belakang social yang bermacam-macam. Siswa harus bisa beradaptasi dengan temannya yang mempunyai latar belakang social yang berbeda.

5. Proses kelompok.

Kerja kelompok adalah suatu proses untuk digunakan mencapai tujuan dimana satu sama lain berinteraksi untuk mencapai keberhasilan.

Carol Wilkerson (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Instructurs’ Use of English in Modern Language Classroom menulis Contemporary research in second language acquisition and best practices in modern language pedagogy are grounded in the principle that the classroom should afford students as many opportunities as possible for input, output, interaction and negostiation of meaning in the target language. Finding indicate that instructor used English as a strategy to save time, avoid ambiguity and establish authority. Variation in the amount of English spoken by instructors may influence students’ articulationbetween courses and the ultimate success of language program. Penelitian terkini pada penguasaan dan praktek bahasa pada pendidikan modern didasarkan pada prinsip bahwa kelas harus memberi sebanyak mungkin kesempatan untuk input, output, interaksi dan negoisasi tentang arti pada bahasa target. Dalam penelitiannya, Wilkerson menemukan bahwa instruktur menggunakan bahasa Inggris sbagai strategi untuk menghemat waktu, menghindari kedwiartian dan membangun otoritas. Variasi pada jumlah kata-kata bahasa Inggris yang diucapkan instruktur bisa mempengaruhi artikulasi siswa untuk meningkatkan kesuksesan dalam program bahasa.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Bob Little (2005), Compliance: a convincing case for learning management system, menemukan bahwa learning management system not only enable training to be standardized and co-ordinated within the largest and most fragmented organizations but also provide accurate records of learning and competence-which are vital in highly regulated industries. Bob Little menemukan bahwa system pengelolaan pembelajaran bukan hanya merupakan sebuah pelatihan yang harus disatandarisasikan dan dikoordinasikan dalam sebuah organisasi tapi juga menyediakan laporan pembelajaran yang akurat dan kompeten.

Sebuah penelitian oleh Sluis (2004) yang berjudul Designing the Workplace for Learning and Innovation menyimpulkan recent studies in this field reported positive associations between organizational characteristics stimulating learning and innovation and performance of the firm. Sluis menyimpulkan bahwa penelitian terkini menunjukkan adanya hubungan positif antara karakteristik stimulasi pembelajaran dan inovasi dengan keadaan perusahaan.

Darla Domke (2005) dalam artikelnya yang berjudul Creative Activities for Teaching English as a Foreign Language menjelaskan sebagai berikut;

Salah satu tantangan dalam mengajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing (English as a Foreign Language) adalah kurangnya seni dalam penyajian bahan pengajaran. Kelangkaan bahan-bahan yang efektif bisa dicari solusinya dengan pelaksanaan kegiatan kelas kreatif. Kegiatan ini dapat dikembangkan dengan menggunakan bahan-bahan yang ada dan berkaitan dengan realita di lingkungan kita. Dengan menggunakan teknik ini, guru bisa memainkan sebuah lagu dan kemudian siswa berpartisipasi aktif dengan cara sebagai berikut:

1. Clues Prosedur - Dipilih kata-kata kunci dihapus dari teks lagu dan ditempatkan dalam sebuah daftar kata yang mendahului song lyrics. Siswa mengisi kata yang hilang ketika mereka mendengarkan lagu.

2. Word Bingo - Siswa memilih kata-kata dari teks lagu dan menempatkan mereka dalam grid bingo. Secara individu atau dalam kelompok kecil, siswa kemudian menandai kata-kata ketika mereka mendengar mereka dalam lagu.

3. Pengubahan urutan - frasa tertentu dari lagu tersebut terdaftar dalam urutan yang salah. Siswa harus menyusun irisan dalam urutan yang tepat.

4. Menceritakan kembali - Tergantung pada kemampuan bahasa siswa, menceritakan kembali dapat dimulai dengan tindakan simulasi dalam lagu tersebut. Kemudian, para siswa menceritakan kembali cerita tentang lagu dalam kata-kata mereka sendiri.

5. Diskusi - Para siswa mulai dengan mengidentifikasi karakter dan tindakan-tindakan mereka dalam lagu, dan kemudian mendiskusikan isu-isu atau arti hadir dalam lagu. Untuk pengajaran bahasa asing, kegiatan pembelajaran bahasa dapat digunakan sebagai pengganti yang layak untuk bahan pengajaran tradisional, sementara siswa untuk memperkenalkan berbagai cara menyenangkan belajar bahasa asing. Kegiatan tersebut dapat memberikan kesempatan siswa untuk menggunakan imajinasi dan kreativitas, dan dapat memotivasi mereka untuk belajar bahasa Inggris.

Heather Coffey (2009) dalam artikelnya yang berjudul Cooperative Learning, dia menjelaskan sebagai berikut;

Dalam pembelajaran cooperative di dalam kelas guru sering takut untuk menerapkan karena memerlukan control yang tinggi. Namun, metode pengajaran ini telah ditunjukkan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi siswa dan prestasi akademik jika dilakukan dengan benar. Tips untuk secara efektif menerapkan pembelajaran kooperatif dalam program pengajaran. Agar guru menggunakan pendekatan struktural untuk pembelajaran kooperatif, yang melibatkan cara-cara bebas mengatur interaksi sosial di dalam kelas. Struktur memerlukan serangkaian langkah-langkah yang akan diimplementasikan ke dalam kelompok dinamis.

1. The Power of One

The Power of One adalah metode pembelajaran kooperatif yang memfasilitasi elemen interdependence. Hal positif dari metode ini adalah sebagai berikut;

a. Anggota grup bekerja menuju satu tujuan (yakni penyelesaian grafis organizer, menciptakan sebuah poster, membaca cerita).

b. Setiap anggota kelompok diberikan satu peran untuk memastikan akuntabilitas (yaitu bahan, ilustrator, reporter, recorder).

c. Membatasi penggunaan bahan siswa untuk menciptakan kebutuhan untuk bekerja bersama-sama (yaitu sepasang gunting, selembar kertas).

d. Memberi siswa satu ruang khusus di mana untuk bekerja bersama-sama.

2. Elemen kunci belajar koopertif adalah yang paling sering ditemukan karakteristik dari pembelajaran kooperatif:

a. Pengawasan, guru harus selalu memantau kegiatan kelompok untuk memastikan bahwa siswa tidak membelok terlalu jauh dari tugas. Guru juga harus bersedia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan siswa dan membimbing diskusi jika perlu.

b. Heterogen, guru kelompok-kelompok menciptakan beragam tingkat kemampuan dan latar belakang.

c. Saling ketergantungan positif-dengan menetapkan tujuan kelompok dan bekerja menuju sebuah tujuan dan keberhasilan.

d. Face-to-face interaksi-siswa, dianjurkan untuk menggunakan komunikasi verbal dan nonverbal untuk memecahkan masalah dan menjelaskan materi pembelajaran.

e. Individu akuntabilitas, siswa bertanggung jawab atas tugas-tugas mereka dan untuk membantu seluruh kelompok telah memenuhi tujuan pembelajaran. Akuntabilitas ini diberlakukan melalui peran mahasiswa.

f. keterampilan social, guru perlu menetapkan aturan-aturan sehingga semua siswa hormat, berbicara dengan cara yang sesuai dengan pengaturan ruang kelas, dan memanfaatkan waktu mereka dengan bijak dalam interaksi kelompok.

g. Group pengolahan, siswa terlibat dalam refleksi tentang bagaimana kelompok berfungsi selama kegiatan.

h. Evaluasi, harus meliputi semua kegiatan baik individu dan kelompok penilaian

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Strategi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul Pengelolaan Pembelajaran Bahasa Inggris yang Kreatif di SMP Negeri 1 Wonogiri ini, digunakan metode penelitian deskriptive kualitatif. “Penelitian kualitatif secara umum sering disebut sebagai penelitian kualitatif deskriptif karena dalam mengembangkan pemahaman, penelitian kualitatif cenderung tidak memotong halaman cerita dan data lainnya dengan simbol–simbol angka,” (Sutopo, 2006: 4). Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian deskriptif kualitatif karena beberapa alasan, 1) data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat verbal dan mengarah pada pemahaman yang lebih luas tentang tingkah laku serta proses yang terjadi dalam pola pengamatan dari analisis yang berhubungan dengan pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris yang kreatif di SMP Negeri 1 Wonogiri, 2) data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini berhubungan dengan situasi dan kondisi responden yang ada di lapangan, 3) analisis data yang digunakan adalah model analisis langsung dan mempunyai hubungan yang saling berkaitan antara tema pembahasan satu dengan tema pembahasan yang lain, 4) hasil penelitian yang berupa simpulan diperoleh setelah diadakannya analisis data dan dinyatakan dalam deskripsi situasi dan bukan perhitungan angka model statistik.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka data yang diperoleh dan hasil pengamatan akan lebih terarah bila tidak diungkapkan dengan angka atau grafik, tetapi diungkapkan dengan kata–kata sesuai kaidah dalam narasi dan karakteristik pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Biklen (1998: 5), “Qualitative research is descriptive, the data collected take the form of words or pictures rather than numbers…in their search of understanding, qualitative researcher do not reduce the pages upon pages of narration and other data to numercal symbol.” Penelitian kualitatf termasuk penelitian deskriptif, data diambil dari kata-kata atau gambar-gambar dan menjabarkan data-data yang ada dengan kata-kata dan bukan dengan angka-angka.

Penelitian kualitatif ini termasuk jenis penelitian kualitatif deskriptif yang memfokuskan pada pengumpulan informasi tentang keadaan atau realita yang sedang berlangsung, jadi bentuk penelitian ini adalah naturalistik. Menurut Guba (1978) dan Wolf (1979), “qualitative research is frequently called naturalistic because the researcher frequents places where the events he or she is interested in naturally occur” (Bogdan dan Biklen, 1998: 3). Penelitian qualitatif sering dinamakan naturalistik karena peneliti datang ke tempat penelitian di mana realita sedang berlangsung. Sedangkan Creswell (1994: 162) mengatakan, “qualitative research occurs in natural setting, where human behavior and events happen.” Penelitian kualitatif dilakukan pada lingkungan natural, dimana manusia melakukan aktifitas.

2. Strategi Penelitian

Strategi penelitian menggunakan pendekatan studi etnografi (ethnographic studies) yaitu mendeskripsikan dan menginterpretasikan budaya, kelompok sosial atau sistem. “Recently, educational researchers have used the term ethnography to refer to any qualitative research…” (Bogdan dan Biklen, 1998: 29).

Meskipun budaya itu sangat luas, tetapi studi etnografi biasanya dipusatkan pada pola-pola kegiatan, bahasa, kepercayaan, ritual dan cara-cara hidup (Sukmadinata, 2006;62). Etnografi adalah pendekatan empiris dan teoretis yang bertujuan mendapatkan deskripsi dan analisis mendalam tentang kebudayaan berdasarkan penelitian lapangan (fieldwork) yang intensif. dan etnografi selalu mengimplikasikan teori kebudayaan (Spradley, 2007;5).

Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan. Tujuan utama aktivitas ini adalah untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli dan hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangannya mengenai dunianya. Oleh karena itu, penelitian etnografi melibatkan aktivitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, mendengar, berbicara, berpikir, dan bertindak dengan cara yang berbeda. Jadi etnografi tidak hanya mempelajari masyarakat, tetapi lebih dari itu, etnografi belajar dari masyarakat (Spradley, 2007; 3-4).

Peneliti etnografi melacak data melalui tiga sumber (1) apa yang dikatakan orang, (2) apa yang dilakukan orang, dan (3) artifak yang digunakan orang (Spradley, 2007;11). Peneliti etnografi bertugas membuat thick descriptions (pelukisan mendalam) yang menggambarkan ‘kejamakan struktur-struktur konseptual yang kompleks’, termasuk asumsi-asumsi yang tak terucap dan taken-for-granted (yang dianggap sebagai kewajaran) mengenai kehidupan. Seorang etnografer memfokuskan perhatiannya pada detil-detil kehidupan lokal dan menghubungkannya dengan proses-proses sosial yang lebih luas.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Wonogiri yang beralamat di Jl. Kepodang V no. 8 Wonogiri. SMP Negeri 1 Wonogiri terletak di tengah kota Wonogiri tapi walaupun begitu siswa SMP tersebut datang dari berbagai kalangan, dari pelosok desa sampai kota dan dari orang tak berpunya sampai orang berada. Penulis mengadakan penelitian di Wonogiri dengan pertimbangan untuk memudahkan penulis dalam pencarian data karena penulis bertempat tinggal di Wonogiri.

SMP Negeri 1 Wonogiri merupakan sebuah sekolah tertua di kota gaplek Wonogiri. Oleh banyak kalangan, Wonogiri sering dianggap sebagai sebuah kota pinggiran yang tidak perlu diperhitungkan. Orang diluar Wonogiri masih banyak yang berpendapat bahwa Wonogiri merupakan daerah yang masih primitive. Tapi pada kenyataannya, di Wonogiri ada sebuah sekolah yaitu SMP Negeri 1 Wonogiri yang sering mengukir prestasi sampai tingkat Nasional. Banyak orang tidak tahu bahwa Wonogiri telah berubah. Kota gaplek telah berubah menjadi kota gaplek yang telah diolah menjadi gaplek yang istimewa.

SMP Negeri 1 Wonogiri merupakan sebuah sekolah pertama di Wonogiri yang meraih predikat SSN yang kemudian berubah menjadi RSBI pada tahun pelajaran 2008/ 2009. Dalam perolehan nilai UNAS, SMP ini selalu mendapat nilai tertinggi dan bila dibandingkan dengan sekolah favorit kota yang lain nilainyapun tidak terpaut jauh, selain itu dalam berbagai kejuaraan di Wonogiri, sekolah ini hampir bisa di pastikan mendapat tempat teratas, baik dalam kejuaraan yang sifatnya akademis ataupun non akademis. Karena berbagai prestasinya, sekolah tersebut menjadi sebuah sekolah model untuk sekolah lain di Wonogiri.

C. Kehadiran Peneliti

Menurut Moleong (2004: 163), “ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari berperan serta, namun peran penelitilah yang menentukan keseluruhan skenarionya.” Kehadiran peneliti menjadi kunci utama keberhasilan penelitian di dalam penelitian kualitatif. Hal ini disebabkan karena, “…bentuk semua teknik pengumpulan data dan kualitas pelaksanaan, serta hasilnya sangat tergantung pada peneliti sebagai alat pengumpul data utamanya” (Sutopo, 2006: 45). Jadi wawancara yang mendalam (depth interviewing) mengenai Pengelolaan Pembelajaran yang Kreatif di lokasi penelitian sangat diperlukan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti berperan sebagai siswa. yang dimaksud disini adalah bahwa “seorang peneliti kualitatif dalam mengumpulkan data hanya boleh mengamati tanpa boleh mengeluarkan pendapatnya ataupun ketidak setujuannya terhadap keadaan data yang ada” (Moleong: 2004).

Peneliti merupakan instrument utama dalam penelitian ini, oleh sebab itu sikap kritis dan terbuka benar-benar sangat diperlukan. Penelitian akan dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari pertengahan bulan Mei 2009 sampai dengan sekitar bulan Agustus 2009 yang meliputi persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian dan penyelesaian. Sebelum melaksanakan penelitian, akan diadakan pertemuan secara non formal untuk berkonsultasi mengenai rencana penelitian yang akan dilakukan, selanjutnya mengajukan permohonan secara resmi untuk mengadakan penelitian kepada kepala sekolah. Dalam suatu kesempatan, peneliti akan mengikuti kegiatan pembelajaran sebagai partisipan pasif. Hal ini dilakukan agar peneliti bisa memperoleh data secara akurat dan apa adanya. “In the case study the investigator attempts to examine an individual or unit in depth. The investigator tries to discover all the variables that are important in the history or development of the subject” (Ary, Jacobs dan Razavieh, 1985: 322). Dalam studi kasus, peneliti berusaha untuk meneliti subyek penelitian secara mendalam. Peneliti berusaha untuk mengetahui semua variabel yang penting dari subyeknya.

D. Data dan Sumber Data

1. Data

Menurut Moleong (2002: 112) “sumber data utama dalam sebuah penelitian kualitatif adalah adalah kata–kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen atau bahkan lainnya”. Sedangkan dalam penelitian ini, data utama yang digunakan sebagai bahan analisis adalah semua pendapat, komentar dan aktivitas dari guru mata pelajaran bahasa Inggris kelas 9 yang berhubungan dengan pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris yang Kreatif di SMP Negeri 1 Wonogiri. Disini guru mata pelajaran berperan sebagai informan sedangkan data penunjang lainnya diperoleh dari dokumen yang dimiliki oleh guru mata pelajaran bahasa Inggris yang terkait.

2. Sumber Data

Data utama pada penelitian ini adalah kata–kata, tindakan dan sumber data tertulis. Data berupa kata–kata diperoleh dari wawancara dan observasi. Sumber data yang digunakan adalah aktivitas dan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru mata pelajaran bahasa Inggris kelas 9. Sedangkan informan utama dalam penelitian ini adalah 3 guru mata pelajaran bahasa Inggris. Yang pertama adalah guru bahasa Inggris yang mengajar kelas 9, yang kedua adalah guru bahasa Inggris yang setuju dengan metode yang digunakan oleh guru kelas 9, dan yang ketiga adalah guru yang tidak setuju dengan metode yang digunakan oleh guru kelas 9.

E. Teknik Pengumpulan data

“Terdapat beberapa metode pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu participation observation, depth interview dan dokumentasi,” (Sugiyono, 1998: 309). Sedangkan Creswell (1994: 149) mengatakan,”data collection procedures in qualitative research involve four basic types: observation, interviews, documents, and visual images.” Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah participation observation, interview yang mendalam dan analisis dokumen.

1. Participation Observation

Metode ini dilakukan dengan mengamati secara langsung tentang kondisi yang terjadi selama di lapangan, baik yang merupakan perilaku ataupun keadaan fisik selama berlangsungnya penelitian. Dalam obsevasi ini, peneliti terlibat secara langsung dengan kegiatan sehari-hari dengan orang yang akan diamati. Susan Stainback (1988) menyatakan “In participant observation, the researcher observe what people do, listen to what they say, and participates in their activity” (Sugiyono, 1998: 311). Dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang mereka kerjakan, mendengarkan apa yang mereka katakan dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.

2. Indepht Interview atau Wawancara Mendalam

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden. “In an interview, data are collected through face to face or telephone interaction between the interviewer and the respondent” (Ary, Jacobs dan Razavieh, 1985: 341). Dalam sebuah interview, data dikumpulkan dengan berinteraksi secara langsung atau melalui telepon antara pewawancara dan responden. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang akan diteliti dan dilakukan secara tidak terstruktur sebagai teknik wawancara yang mendalam. Hal ini dilakukan untuk menggali informasi yang mendalam dan lengkap dari nara sumber yang akan menjadi dasar bagi penggalian informasi secara lebih jauh. “Dalam penelitian kualitatif wawancara dilakukan dengan tidak terstruktur dan memakai tehnik wawancara yang mendalam (depth interviewing)” (Sutopo, 2006: 69).

Meskipun tidak terstruktur, peneliti sebagai interviewer harus membuat perencanaan sebelum interview. Menurut Creswell,

“a protocol is also useful in conducting an interviews…a heading, opening statement, the research questions to be asked, probes to follow the questions, transition messages for the interviewer, space for recording the interviewer’s comment, and space in which the research record reflective notes” (1994: 152).

Persiapan untuk mengadakan interview sangat penting, diantaranya perlu ditentukan dulu judulnya, kata pembuka, pertanyaan yang akan ditanyakan, aturan untuk mengikuti pertanyaan, kapan waktu merekam pertanyaan dan jawaban.

3. Analisis Dokumen

Moleong (2005: 160) mengatakan, “analisis dokumen digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya dan dokumentasi bersifat alamiah sesuai dengan konteks lahiriah tersebut”. Pengumpulan data melalui teknik ini digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Dengan analisis dokumen ini diharapkan data yang diperlukan benar–benar valid. Dalam analisis dokumen, peneliti harus benar-benar teliti dan kritis dalam mengamati dokumen atau arsip yang ada. Selain memahami apa yang tersurat, peneliti juga harus memahami makna yang tersirat dari dokumen yang ada.

Dalam teknik pengumpulan data dengan dokumen, menurut Sutopo (2006: 81), “…dokumen yang ditemukan wajib dikaji kebenarannya, baik secara eksternal yang berkaitan dengan keaslian dokumen dan juga secara internal yang berkaitan dengan kebenaran isi dokumen yang biasanya dibandingkan dengan sumber yang lain yang juga berkaitan dengan sumber data tersebut”.

F. Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen (1998: 157), “data analysis is the process of systematically searching and arranging the interview transcript, fieldnotes, and other materials that you accumulate to increase your own understanding of them and enable you to present what you have discovered to others.” Analisis data adalah proses pencarian data dan penyusunan transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang diakumulasikan untuk membuat kita lebih mengerti tentang subyek dan akhirnya bisa mempublikasikan apa yang kita temukan. Menurut Sutopo (2006: 104), “analisis data pada penelitian kualitatif bersifat induktif yaitu diawali dengan pengumpulan data secara teliti, mengembangkan teori dan menguji validitasnya, melakukan pemantapan dan pendalaman informasi kemudian merumuskan simpulan”. Analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan. Menurut Milles and Huberman (1992: 16) analisis data dilakukan melalui tiga tahapan “…yaitu meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan”.

1. Reduksi Data

Reduksi data, yaitu menyeleksi, memfokuskan menyederhanakan dan mengabstraksi catatan lapangan. Reduksi data merupakan kegiatan merangkum catatan–catatan lapangan dengan memilah hal-hal yang pokok yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, rangkuman catatan-catatan lapangan itu kemudian disusun secara sistematis agar memberikan gambaran yang lebih tajam serta mempermudah pelacakan kembali apabila sewaktu-waktu data diperlukan kembali.

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah rangkaian pengorganisasian informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Penyajian data berguna untuk melihat gambaran keseluruhan hasil penelitian, baik yang berbentuk matrik atau pengkodean, dari hasil reduksi data dan penyajian data itulah selanjutnya peneliti dapat menarik kesimpulan data memverifikasikan sehingga menjadi kebermaknaan data.

3. Kesimpulan dan Verifikasi

Untuk menetapkan kesimpulan yang lebih beralasan dan tidak lagi berbentuk kesimpulan yang coba-coba, maka verifikasi dilakukan sepanjang penelitian berlangsung. “Simpulan perlu diverifikasi agar kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan” (Milles and Huberman, 1992: 20).

Dalam penelitian ini digunakan analisis data yang tertata dalam situs tunggal dan matrik digunakan sebagai alat untuk menyajikan data. Dikatakan situs tunggal karena penelitian ini dilakukan dalam satu tempat saja yaitu SMP Negeri 1 Wonogiri. Sedangkan sebuah matrik berisi tentang kata-kata, kutipan-kutipan pendek dan catatan-catatan ringkas. Untuk melakukan ini, banyak pengurangan data dan pembobotan data terus berlanjut. Untuk itu diperlukan ketelitian dari penganalisis dalam menyeleksi petikan-petikan ilustratif dari wawancara. Menurut Miles and Huberman (1984: 80) “…a lot of data reduction and data weighting have gone on. The analyst has summarized the data for each informant, has selected illustrative excerpts from interview…”

G. Keabsahan Data

Trianggulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas data dalam penelitian kualitatif. William Wiersma dalam Sugiyono (1998: 372) mengatakan “triangulation is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of the data according to the convergence of multiple data sources or multiple data collection procedures”. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, metode, teori dan peneliti.

1. Trianggulasi sumber

Menurut Sugiyono (2006: 93) “Cara ini mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, ia wajib menggunakan beragam sumber data yang berbeda-beda yang tersedia.” Artinya bahwa data akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda, misalnya dari narasumber tertentu, dari kondisi lokasinya, dari aktivitas yang menggambarkan perilaku orang atau warga masyarakat, atau dari sumber yang berupa catatan atau arsip dan dokumen yang memuat catatan yang berkaitan dengan data yang dimaksud oleh peneliti.

2. Trianggulasi metode

Teknik trianggulasi ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. “Yang di tekankan disini adalah cara, teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda untuk menguji kemantapan data” (Sugiyono, 2006: 94-95). Misalnya data pertama diperoleh melalui kuesioner, kemudian dilakukan wawancara untuk informasi yang sama kemudian dilanjutkan dengan observasi.

3. Trianggulasi peneliti

Dari pandangan dan tafsir beberapa peneliti terhadap informasi yang diperoleh, diharapkan terjadi temuan-temuan atau simpulan-simpulan yang sama. Sugiyono (2008: 96-97) mengatakan “trianggulasi peneliti adalah hasil penelitian baik data ataupun simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya ole peneliti yang lain.”

4. Trianggulasi teori

Trianggulasi jenis ini silakukan peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori. Misalnya dalam sutu peristiwa digunakan perspektif teori sosial kemudian dgunakan pula teori budaya ataupun politik.

Keabsahan data dalam penelitian ini juga dilakukan dengan cara triangulasi. Peneliti akan menggunakan triangulasi sumber data dan teknik. Triangulasi sumber data meliputi data guru bahasa Inggris, kepala sekolah dan siswa. Triangulasi teknik meliputi wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Dalam pengujian ini diharapkan memperoleh data yang benar–benar valid.

BAB IV

PAPARAN DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Paparan Penelitian

1. Sejarah SMP Negeri 1 Wonogiri

Keberadaan SMP Negeri 1 Wonogiri sebagai sekolah favorit sekaligus sebagai sekolah unggulan yang ada di kabupaten Wonogiri tak lepas dari sejarah berdirinya sekolah yang merupakan sekolah paling tua diantara sekolah-sekolah sederajadnya. Pada tahun 1922, Suwardi Surjaningrat mendirikan Taman Siswa, yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya sekolah sekolah di seluruh Nusantara. Salah satunya adalah SMP Negeri 1 Wonogiri. Sejak pemerintahan Belanda menerapkan politik etis banyak sekolah mulai didirikan, namun tetap saja jumlah sekolah tidak sebanding dengan jumlah anak usia sekolah. Sekolah-sekolah yang didirikan adalah untuk kepentingan kolonial, baik kepentingan dalam bidang politik, ekonomi maupun administrasi. Jadi sama sekali tidak ditujukan untuk kepentingan rakyat Indonesia.

45

Ketika belum dibuka sekolah dasar yang disebut HIS, bagi rakyat pada umumnya disediakan sekolah bumi putera yang rendah sekali pelajarannya. Ada sebagian kecil dari rakyat kita, yaitu kaum priyayi, diperkenankan menuntut pelajaran di sekolah dasar Belanda, sehingga mereka dapat melanjutkan pelajaran ke sekolah-sekolah yang lebih tinggi. Akan tetapi sekolah pada saat itu masih tertutup bagi anak rakyat pada umumnya.

Banyak orang merasa senang ketika pemerintah membuka Sekolah bumiputra Kelas Satu yang kelak menjadi Holands Inlandse School (HIS), karena mereka mempunyai pengharapan bahwa anak-anaknya akan memperoleh kepandaian yang dapat menjadi tangga untuk mempertinggi derajat penghidupannya. Namun semua tidaklah sesuai dengan keinginan. Karena anak keluaran HIS pada umumnya tidak dapat diterima di sekolah yang lebih tinggi tingkatannya dalan hal ini MULO karena kurang kepandaiannya, teutama mengenai Bahasa Belanda.

Akhirnya pada tahun 1927, sekolah ini menjadi Sekolah Dasar pada masa pemerintahan Belanda yang dikenal dengan nama HIS. Diawali dari pendidikan HIS tujuh tahun pernah bersekolah seorang gadis kecil bernama Siti Suhartinah lulusan HIS tahun 1939 putra seorang wedhana Kecamatan Wuryantoro Kabupaten Wonogiri, telah berhasil mengangkat nama sekolah ini, Siti Suhartinah pernah menjadi seorang Ibu Negara.

Setelah memasuki tahun 1942 – 1945, dimana pemerintahan mengalami masa transisi dengan adanya pemerintahan Jepang, gedung SMP Negeri 1 Wonogiri tetap berdiri megah dengan status baru sebagai Sekolah Rakyat disempurnakan. Mulai tahun 1945 sampai 1949 Sekolah Rakyat yang disempurnakan diresmikan menjadi Sekolah Menengah Pertama yang didirikan oleh Pemerintah Mangkunegaran pada saat itu, dan tepatnya pada tanggal 17 Desember 1949 dinyatakan sebagai hari kelahiran SMP Negeri 1 Wonogiri. Nama SMP mengalami beberapa kali perubahan pernah sebagai SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) SMTP, baru setelah keluar UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 SLTP berubah nama menjadi SMP kembali. Dan berdasarkan SK No. 1147.A/C3/SK/2004. SMP Negeri 1 Wonogiri ditetapkan sebagai Sekolah Menengah Pertama Standar Nasional. Dan selang tiga tahun kemudian menjadi Sekolah Berstandar Internasional.

SMP Negeri 1 Wonogiri, merupakan saksi bisu dalam sejarah perjuangan bangsa. Sejak berdiri hingga sekarang bangunan-bangunan yang bernilai sejarah tetap dipertahankan. Karena mengingat bangunan tersebut merupakan cagar budaya dan menjadi bangunan yang dilindungi (suaka). Bangunan ini juga telah menjadi tempat menimba ilmu tokoh-tokoh Nasional yang mampu memimpin bangsa dan negara. Tokoh-tokoh tersebut antara lain:

a. Ibu Siti Hartinah Soeharto mantan Ibu Negara lulus tahun 1939 HIS Wonogiri.

b. Bapak Sudjarwo, mantan Menteri Kehutanan RI, Kabinet Pembangunan IV.

c. Bapak Ir. Hartarto, Menteri Perindustrian Kabinet Pembangunan V.

d. Tokoh-tokoh lain baik ditingkat kabupaten maupun nasional.

2. Profil SMP Negeri 1 Wonogiri

Dengan visi dan misi yang visioner SMP Negeri 1 Wonogiri mencoba bersaing dengan sekolah-sekolah yang se- level di daerahnya guna merebut simpati masyarakat dalam mengembangkan sekolah yang berbasis IPTEK yang bernuansa agamis, kemasyarakatan dan nasionalisme tinggi. Hal ini bisa dilihat dari visi dan misi sekolah sebagai berikut ;

a. Visi

TERWUJUDNYA GENERASI EMAS CALON PEMIMPIN BANGSA YANG CERDAS BERKARAKTER KUAT MEMILIKI ETOS KEILMUAN DAN BERWAWASAN KEBANGSAAAN MENUJU KWALITAS SUMBER DAYA MANUSIA BERTARAF INTERNASIONAL

b. Misi

1) Memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan intelektual, minat, bakat, dan spiritual secara terpadu.

Indikator :

a)Terwujudnya budaya gemar membaca setiap saat.

b) Mencapai prestasi akademik terbaik di tingkat nasional maupun internasional.

c)Terwujudnya daya kreasi dan inovasi yang tinggi.

d) Mencapai prestasi non akademik terbaik di tingkat nasional maupun internasional.

e)Mampu menguasai bahasa Inggris sebagai alat komunikasi secara lisan dan tulis.

f) Mampu menguasai Information anda Communication Technology (ICT) dengan baik.

2) Membimbing peserta didik dalam membangun kepribadian yang utuh.

Indikator :

a) Terciptanya kepribadian yang santun dan sikap terpuji serta disiplin yang tinggi.

b) Terciptanya budaya sekolah yang meliputi ; sapa, salam, senyum, sopan, santun, dan sabar.

c) Terciptanya budaya disiplin peserta didik dalam berpakaian, waktu, dan belajar.

3) Membimbing peserta didik menjadi insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Indikator :

a) Terwujudnya kesadaran peserta didik dalam menjalankan ibadah.

b) Terwujudnya kegiatan keagamaan secara aktif.

4) Membimbing peserta didik memiliki kepedulian social yang tinggi.

Indikator :

a) Terciptanya hubungan sosial yang harmonis.

b) Terciptanya kepekaan sosial yang tinggi.

5) Menguatkan semangat nasionalisme.

Indikator :

a) Terlaksananya kegiatan upacara setiap hari Senin dan hari-hari besar nasional lainnya.

b) Tertanamnya nilai-nilai luhur semangat para pahlawan bangsa.

Di atas tanah seluas kurang lebih 6.000 m2. Bangunan seluas 2.297 m2 tersebut digunakan untuk ruang kelas 22 lokal, laboratorium bahasa 2 lokal, 2 laboratorium IPA dan 2 laboratorium komputer, 1 ruang perpustakaan, 1 masjid dan ruang bimbingan konseling, 1 ruang guru, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang tata usaha, 1 ruang rapat, 1 gudang, 1 aula, 1 ruang koperasi siswa, 1 ruang musik, 1 ruang agama, 1 ruang OSIS, 1 ruang multiguna, 2 tempat parkir.

Keadaan guru-guru di sekolah yang berjumlah 68 orang memiliki masa kerja diatas 10 tahun cukup banyak dan 3 diantaranya masih berstatus guru honorer. Dari segi kualitatif pendidikan, mereka hampir sama berijazah Sarjana (S1) Keguruan, bahkan ada yang berkualifikasi Magister (S2) sebanyak 8 orang. Hampir guru-guru yang mengajar di SMP Negeri 1 Wonogiri tersebut merupakan usia produktif yaitu antara usia 35-50 tahun. Begitu juga tenaga kantor tata usaha yang berjumlah sebanyak 7 orang tenaga tetap atau PNS, 6 orang tenaga tidak tetap atau honorer.

3. Karakteristik Pengelolaan Pembelajaran Bahasa Inggris Kelas IX di SMP Negeri 1 Wonogiri.

Pada wawancara awal, waktu peneliti mengajukan surat permohonan penelitian, bapak kepala sekolah SMP Negeri 1 Wonogiri sambil guyonan mengatakan, “…murid-murid di sini itu sudah pinter-pinter jadi tanpa ada gurunyapun mereka akan tetap pinter…ha..ha..ha..”

Dan dengan serius bapak kepala sekolah mengatakan,

“…sekolah ini merupakan sebuah sekolah tertua di Wonogiri dengan kualitas unggulan..sepinter apapun siswa tanpa pengelolaan dan koordinasi yang baik,sekolah ini bukan apa-apa..guru-guru yang berkomitmen tinggi dan jam terbang yang tinggi pula dalam memanage siswa menjadikan sekolah ini mempunyai output yang bagus…”

Secara fisik gedung SMP Negeri 1 Wonogiri berdiri megah dengan 3 lantai, bisa dikatakan merupakan sekolah termegah di Wonogiri. Walaupun gedung sekolahan tersebut merupakan bangunan modern tetapi ada beberapa gedung peninggalan jaman kolonial yang dibiarkan tetap berdiri karena dianggap sebagai cagar budaya yang harus tetap dilestarikan. Dengan dikelilngi oleh pepohonan baik di dalam maupun di luar pagar dan taman-taman di sekeliling ruang-ruang menjadikan sekolahan tersebut sangat nyaman untuk belajar. Bapak SHR yang merupakan salah satu guru bahasa Inggris mengatakan bahwa,

“…suasana yang nyaman dan adem membuat siswa merasa betah untuk belajar jadi kalau saya kadang-kadang mengajak anak-anak belajar di luar mereka juga tidak harus kepanasan. Suasana yang nyaman memang dibutuhkan untuk bisa belajar dengan tenang…”.

Sekolah yang bagus memang harus memerlukan pengelolaan yang bagus dan professional. Hal ini bisa dilihat dan diamati oleh peneliti sewaktu mengadakan observasi lapangan, tiap sarana pendukung pembelajaran dikelola dengan baik dan optimimal diantaranya adalah ;

i. Perpustakaan sekolah, sebagai penanggung jawab pengelola adalah Drs. Sudarwanto.

ii. Laboratorium Bahasa Inggris, sebagai penanggung jawab pengelola adalah Palgunawan, S.Pd, M.Pd.

iii. Laboratorium Multimedia dan akses internet, sebagai penanggung jawab adalah Yudho Dwilaksminto, SPd.

iv. Media pembelajaran, sebagai penanggung jawab adalah Agus Marsanto, SPd, M.Pd.

Mata pelajaran yang ada terutama Bahasa Inggris dimana mata pelajaran tersebut sangat vital karena sebagai sekolah yang berstandar Internasional harus menggunakan bahasa tersebut dalam proses pembelajaran sehingga diperlukan suatu pembelajaran yang kreatif dalam rangka untuk memotivasi belajar siswa. Hal ini seperti yang dikatakan oleh WJ salah satu guru Bahasa Inggris yang sudah senior, dia mengatakan sebagai berikut:

“Sekolah di sini adalah berstandar internasional, sudah barang tentu bahasa yang digunakan tidak hanya bahasa Indonesia tetapi juga dituntut siswa dan guru harus bias menguasai dan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional dalam kegiatan belajar mengajar setiap hari. Yang artinya bahasa Inggris ini sangat penting sehingga bagi para guru bahasa Inggris dituntut untuk bisa mengajarkan bahasa tersebut bisa menarik dan memberi motivasi bagi para siswa”.

a. Karakteristik Materi Pembelajaran Bahasa Inggris yang Kreatif.

1) Materi Sumber Belajar

Materi pembelajaran sebagai sumber belajar merupakan sarana dalam pembelajaran yang digunakan untuk membantu meningkatkan siswa dalam menguasai ketrampilan khususnya pada mata pelajarana Bahsa Inggris. Sehingga materi tersebut dibutuhkan oleh para siswa tidak hanya dari buku paket saja akan tetapi juga dari buku-buku atau materi lain yang relevan dengan penguasaan ketrampilan yang dibutuhkan. Demikian seperti apa yang dikatakan SHR sebagai guru Bahasa Inggris dan juga sebagai Wakil Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Wonogiri sebagai berikut:

“Materi pelajaran untuk mata pelajaran Bahasa Inggris khususnya materi kelas IX, tidak selalu melulu menggunakan yang dulu dinamakan buku paket. Sepanjang buku yang dipakai masih ada kaitannya dengan materi yang akan diajarkan. Bisa saja kita menggunakan lebih dari satu buku dan itu malah lebih baik dari pada yang hanya menggunakan hanya satu buku sumber. Karena dengan menggunakan materi yang bervariasi misalnya dengan menggunkan potongan iklan di koran, brosur, photo artis, film, bank soal, dan hal-hal yang terkini yang terkait, siswa bisa lebih nyambung dan ada kaitannya dengan materi SKL Ujian Nasional”.

Pemilihan sumber belajar harus mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus yang dikembangkan oleh satuan pendidikan. Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber, alat, dan bahan, seperti yang didisyaratkan oleh AG yang menjabat Seksi Kurikulum sebagai berikut:

“Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan suatu penggarapan materi yang khusus. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah materi khususnya untuk bahasa Inggris harus di desain sedemikian rupa, cocok untuk mencapai tujuan dan juga harus memperhatikan komponen-komponen lainnya yang sudah dirumuskan dalam silabus. Materi pembelajaran sebagai sumber belajar bisa diambil dari lingkungan sekitar kita, tidak hanya buku saja tergantung kreativitas guru yang bersangkutan. Pokoknya bisa kita gunakan dalam pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi: pertama; prinsip relevansi, ke dua; konsistensi, dan ke tiga; kecukupan. Prinsip relevansi artinya materi pembelajaran hendaknya relevan memiliki keterkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Prinsip konsistensi artinya adanya keajegan antara bahan ajar dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Misalnya, kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya”.

Dan tak jauh berbeda dengan keterangan yang diberikan oleh SHR maupun AG, WJ sebagai guru senior menerangkan tentang karakteristik sumber materi pelajaran untuk pelajaran yang digunakan dalam pembelajaran sebagai berikut:

“Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang diperlukan dalam proses pembelajaran, yang dapat berupa: buku teks, media cetak, media elektronika, nara sumber, lingkungan alam sekitar, dan sebagainya. Materi sumber pelajaran jangan hanya terbatas pad buku paket saja. Guru-guru di sini saya beri kebebasan untuk kreatif dalam menentukan materi sumber belajar. Terserah mereka mau ambil dari majalah, internet, koran, mungkin brosur, film barat, lagu barat yang atau materi yang lain selain buku yang ada bahasa Inggrisnya. Pokoknya yang up to date lah dan yang ada relevansinya. Dan tidak lupa harus ada evaluasi”.

Dalam upaya untuk mendukung pemanfaatan sumber belajar bagi siswa kelas 9 khususnya, perpustakaan SMP Negeri 1 Wonogiri memberikan layanan tambahan sampai sore hari dalam rangka meamanfaatkan perpustakaan sekolah sebagai salah satu sumber belajar. Jadwal layanan tersebut adalah sebagai berikut;

JADWAL LAYANAN PERPUSTAKAAN

A. LAYANAN REGULER

SENIN S.D KAMIS

07.00 S.D 14.00 WIB

JUMAT

07.00 S.D 11.00 WIB

SABTU

07.00 S.D 14.00 WIB

B. LAYANAN REGULER

SENIN S.D KAMIS

13.00 S.D 16.00 WIB

JUMAT

13.00 S.D 16.00 WIB

SABTU

13.00 S.D 16.00 WIB

2) Bahan Ajar

a) Jenis Bahan Ajar

Buku-buku yang dimiliki oleh SMP Negeri 1 Wonogiri sebagai penunjang materi bahan ajar terdiri dari buku-buku materi penunjang yang dipinjamkan kepada siswa. Buku yang dipinjamkan sesuai dengan kebutuhan siswa sesuai dengan yang direkomendasikan oleh guru. Daftar buku-buku penunjang pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut:

Jumlah koleksi pustaka yang ada di SMP Negeri 1 Wonogiri

(a) Buku penunjang, buku bacaan : 6.946 judul

(b) Buku referensi : ensiklopedi, kamus : 211 judul

(c) Buku-buku pelajaran berbahasa Inggris : 29 judul

(d) CD/VCD dan kaset : 95 judul

(e) Majalah, tabloid, dan koran : 12 judul

(f) Buku paket Kurikulum 2006 (KTSP) : 1.500 eks.

Jenis bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris kelas IX bervariatif sperti dijelaskan oleh SHR guru Bahasa Inggris kelas IX sebagai berikut:

Bahan ajar yang kami gunakan baik di dalam proses pembelajaran sangat bervariasi bisa berupa bahan ajar pandang (visual) terdiri atas bahan cetak (printed) seperti antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan non cetak (non printed), seperti model/maket. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio. Sedang bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, dan film. Dan bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).

Hal senada diungkapkan oleh WJ sebagai guru Bahasa Inggris, dia mengatakan sebagai berikut:

“Bahan ajar yang ada yang digunakan untuk pembelajaran memang bervariatif tergantung kreatifitas guru-gurunya. Bahan ajar yang ada antara lain ada VCD pembelajaran, slide, modul, gambar-gambar, film, dan internet. Semua dimanfaatkan di sekolah ini untuk pembelajaran. Apalagi sekarng kita dituntut untuk berinovasi”.

Bahan ajar yang digunakan diserahkan sepenuhnya kepada guru pengampu mata pelajaran Bahasa Inggris khususnya kelas 9, bisa menggunakan modul, buku paket atau buku-buku yang relavan. Namun begitu sekolah tersebut juga sudah menyediakan buku-buku yang dibutuhkan oleh guru yang bersangkutan dan disimpan di ruang perpustakaan sekolah yang bisa dipinjamdan dimanafaatkan kapanpun. Buku-buku yang digunakan sebagai bahan ajar namapk pada foto 02 beberapa buku yang disimpan di dalam ruang perpustakaan sekolah.

b) Pengembangan Bahan Ajar

Materi bahan ajar untuk Bahasa Inggris tidak diambil asal-asalan. Perlu adanya pengembangan bahan ajar yang dipersiapkan untuk siwa dalam menguasasi kompetensi-kompetensi yang diharapakan dan juga untuk menghadapi Ujian Nasional. Materi tersebut harus bisa memenuhi beberapa kriteria yang dipersyaratkan sebagai bahan ajar yang layak. WJ sebgai seorang guru senior yang sudah lama mengajar di SMP Negeri 1 Wonogiri menjelaskan secara panjang lebar tentang materi yang digunakan untuk bahan ajar sebagai berikut:

“Setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik yang khas. Adapun karakteristik masing-masing mata pelajaran dapat dilihat pada Standar Isi. Kemudian dalam memilih materi sebagai pokok bahan belajar harus dipertimbangkan hal-hal seperti: relevansi materi pokok dengan SK dan KD yang bisa dilihat pada Permen Diknas Nomor 22 Tahun 2006, kemudian sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik, terus kebermanfaatan bagi peserta didik, struktur keilmuan, kedalaman dan keluasan materi, relevansi dengan kebutuhan peseta didik dan tuntutan lingkungan, alokasi waktu. Selain itu juga harus diperhatikan: keaslian materi apa memang benar-benar teruji kebenaranya, materi yang akan diajarkan tersebut memang benar-benar diperlukan oleh siswa, apakah materi tersebut memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan pada jenjang berikutnya, kemudian materi tersebut layak dipelajari atau tidak baik dari aspek tingkat kesulitan maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat; terus materinya menarik minat siswa dan bisa memotivasi ndak untuk mempelajari lebih lanjut. Itu semua harus diperhatikan”.

Materi bahan ajar Bahsa Inggris untuk kelas IX memang agak lain, karena disamping dipersiapkan untuk penguasaan suatu kompetensi tertentu juga untuk mempersiapkan menghadapi Ujian Nasional. Sehingga harus memperhatikan relevansi dengan SKL Ujian Nasional. Demikian seperti yang dikatakan oleh SHR guru senior Bahasa Inggris sebagai berikut:

“Bahan ajar yang dipersiapkan untuk kelas IX mata pelajaran Bahasa Inggris sangat kompleks sekali. Karena disamping kita mempersiapkan dengan penguasaan kompetensi-kompetensi tertentu seperti speaking, reading, listening dan writing, yang bisa kita dapat melalui buku dari beberapa penerbit juga didapat dari buku-buku BSE. Kita juga mempersiapkan bahan ajar tersebut untuk menghadapi Ujian Nasional. Lha ini kreatifitas guru di sini sangat diperlukan”.

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Mengapa guru perlu mengembangkan bahan ajar. Guru harus memiliki atau menggunakan bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum, karakteristik sasaran, tuntutan pemecahan masalah belajar. Berrikut ini adalah keterangan AG Seksi Kurikulum, mengenai pentingnya tujuan dan manfaat bahan ajar disusun dijelaskan secara panjang lebar:

“Bahan ajar disusun dengan tujuan yang pertama adalah untuk menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial peserta didik.Kemudian yang ke dua untuk membantu peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh. Dan yang ke tiga adalah untuk memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Ini bermanfaat sekali bagi guru dan siswa. Manfaatnya apa ?. Manfaat bagi guru adalah yang pertama, diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik, kemudian yang ke dua tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh, dan yang ke tiga memperkaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi, kemudaian selanjutnya yang ke lima, bisa menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar, dan yang ke lima, membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dengan peserta didik karena peserta didik akan merasa lebih percaya kepada gurunya, dan selanjutnya yang ke enam adalah bisa menambah angka kredit jika dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan. Adapun manfaat bagi siswa adalah pertama, kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik; kedua, kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru; dan yang ke tiga mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya”.

Untuk mengembangkan bahan ajar agar guru dan siswa bisa mendapatkan wawasan yang lebih luas lagi, SMP Negeri 1 Wonogiri memanfaatkan jaringan internet dari telkom dengan dipancarkan melalui hotspot agar guru dan siswa bisa bebas mengakses materi untuk belajar kapanpun dan dimanapun bisa menggunakan laptop pribadai maupun layanan akses internet di ruang multimedia, seperti tampak pada gambar foto 02 dan 03.

c) Teknik Penyusunan Materi Bahan Ajar

Dalam penyusunan materi bahan ajar diperlukan teknik penyusunan. Ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan materi bahan ajar tersebut seperti diungkapkan oleh AG selaku Seksi Kurikulum sekolah tersebut:

“.......Yang paling pokok dalam penyusunan bahan ajar adalah analisis kebutuhan bahan ajar. Analisis kebutuhan bahan ajar tadi meliputi ; analisis SK-KD-Indikator, analisis sumber belajar, pemilihan dan penentuan bahan ajar. Untuk penyusunan bahan ajar cetak tersebut perlu diperhatikan susunan tampilan, bahasa yang mudah, menguji pemahaman, stimulan, kemudahan dibaca, materi instruksional.....”.

Lain halnya dengan pernyataan SHR selain sebagai Wakil Kepala Sekolah juga sebagai guru Bahas Inggris mengatakan:

“Membuat bahan ajar itu tidak mudah, makanya kami tidak membuat. Tetapi kami mengembangkan bahan ajar tadi atau kami modifikasi untuk keperluan sekolah kami. Karena tidak semua buku yang ada seratus persen bisa dipakai pada sekolah yang bersangkutan. Dalam memodifikasi kami juga memenuhi aturan sebagaimana aturan dalam penyusunan bahan ajar, misalnya; kita harus menganalisa standar kompetensi dan kompetensi dasar serta indikatornya, kemudian sumber belajarnya, pemeilihan bahan ajar dan lain sebagainya”.

Sependapat dengan AG sebagai Seksi Kurikulum, WJ selaku guru senior menambahkan bahwa yang paling penting dalam penyusunan bahan ajar adalah analisis kebutuhan bahan ajar meliputi ; analisis SK-KD-Indikator, analisis sumber belajar, pemilihan dan penentuan bahan ajar.

3) Media Pembelajaran

Media yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris di SMP Negeri 1 Wonogiri sangat bervariatif dan terdiri dari media elektronik dan media non elektronik.

a) Media Elektronik

Media dan alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris kelas IX sangat bervariatif dengan tujuan untuk membantu siswa dalam meningkatkan ketrampilan membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan. Media elektronik yang digunakan dalam pembelajaranpun juga bermacam-macam yang semua digunakan untuk meningkatan ketrampilan siswa dalam menguasai Bahasa Inggris. Berikut ini seperti yang dijelaskan oleh WJ:

“Di dalam kelas, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami bahasa bermakna dengan cara mencoba keahlian mereka, sehingga guru menggunakan semua jenis bantu pengajaran bahasa untuk mengatur konteks bagi para siswa. Alat atau media yang kami gunakan adalah untuk membimbing dan membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan membaca dan lainnya, menggambarkan atau memperkuat keterampilan, fakta, atau ide, dan mengurangi kecemasan, ketakutan, atau kebosanan. Karena itu banyak alat bantu pengajaran seperti permainan atau alat bantu belajar lainnya dalam pengajaran yang fungsinya untuk membantu meningkatkan ketrampilan siswa. Media elektronik yang kami gunakan diantaranya adalah komputer, tape recorder, internet, LCD projector,..... ”.

Senada dengan penjelasan dari WJ selaku guru senior Bahasa Inggris, SHR mengemukakan sebagai berikut:

“.....ada beberapa jenis media yang digunkan untuk pembelajaran. Jenis alat bantu sebgai media pembelajaran tersebut antara lain; sarana visual, yaitu ada papan tulis, flip charts, peta kelas, OHP, slide, flash card, building card, building grid. Kemudian ada multimedia seperti video televisi, film projektor, komputer, audio visual, dan benda-benda display berbentuk tiga dimensi”.

Ditambahkan oleh AG, dia mengatakan bahwa media pembelajaran seperti komputer digunakan adalah sebagai alat untuk membantu, memotivasi siswa agar tertarik dengan materi serta memudahkan siswa dalam menguasai kemampuan tertentu. Media pembelajaran yang digunakan bisa berupa alat elektronik berupa komputer, CD pembelajaran, dan internet yang tampak seperti pada gambar foto 03 dan 07 yang menunjukkan beberapa koleksi CD pembelajaran dan ruang internet.

a) Media Non Elektronik

Media non elektronik yang digunakan juga sangat bervariatif, hal ini dikarenakan dalam penyampaian materi kepada siswa memerlukan media yang berbeda-beda. Media non elektronik yang sering digunakan dalam proses belajar mengajar siswa dalam penguasaan Bahasa Inggris adalah seperti dikatakan SHR sebgai berikut;

“......ada beberapa jenis media yang digunkan untuk pembelajaran. Jenis alat bantu sebgai media pembelajaran tersebut antara lain; sarana visual, yaitu ada papan tulis, flip charts, peta kelas, OHP, slide, flash card, building card, building grid...”.

Disamping itu ada media yang lain yang mudah didapat dan sering digunakan oleh guru-guru Bahasa Inggris dalam mengajar seperti yang dikatakan oleh WJ sebagai berikut;

“Media elektronik memang memberi kemudahan bagi pengguna, namun tidak semua guru di sisni menggunakan media elektronik, media non elektronikpun juga sering digunakan karena mudah dan murah seperti gambar, peta, kartu, benda di sekeliling kita, dan masih banyak lagi.....”.

Hal senada juga dikatakan oleh AG bahwa media non elektronik itu lebih praktis dan mudah dibuat. Dan guru-guru baik guru Bahasa Inggris maupun guru bidang studi lainnya sering menggunakan media yang bukan elektronik. Hal ini bisa dilihat pada gambar foto 05 beberapa koleksi buku yang sering dimanfaatkan oleh para guru bahasa Inggris. selain itu siswa juga lebih suka memanfaatkan buku-buku di perpustakaan sebagai materi pembelajaran mereka karena lebih mudah. Seperti tampak pada gambar foto 06 dimana para siswa melakukan kegiatan belajar di luar kelas.

4) Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran sebagai cara untuk menyampaikan materi dalam pembelajaran perlu disesuaikan dengan topik dan materi yang akan diajarkan. Walaupun semua metode pembelajaran itu baik, tetapi tidak semua metode pembelajaran tersebut cocok digunkan pada semua jenis materi yang akan diajarkan. Sehingga perlu adanya adopsi, kolaborasi maupun inovasi dari metode-metode yang sudah ada untuk disesuaikan dengan kebutuhan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh SHR sebagai berikut:

“Semua metode dan teknik pembelajaran itu baik, tetapi tidak semuanya bisa digunkan untuk mengajarkan materi speaking, listening, writing atau reading. Kita menggunakan bermacam-macam metode bukan berarti metode kita yang paling baik, tetapi kita perlu metode yang cocok dan sesuai menurut kebutuhan kita. Metode yang kami gunakan kadang Jigsaw, Group Presentation, Work in pair, dan lain-lain”.

Lain halnya dengan penjelasan WJ, dia mengakatan pendapatnya berkaitan dengan metode dalam pembelajaran Bahasa Inggris sebagai berikut:

“......yang penting dalam penggunaan metode untuk pengajaran adalah kita menekankan adanya komunikasi, interaksi, antara guru dan siswa, siswa bisa mengemukakan ide gagasan dan pendapat mereka. Disamping itu juga adanya kerjasama anatar siswa dalam mempelajari ketrampilan atau kompetensi tertentu dan aktivitas para siswa untuk mengeksplorasi kemampuan mereka”.

Keterangan lain juga dikemukakan oleh AG selaku Seksi Kurikulum, dia mengatakan sebagai berikut:

“.....bahwa metode itu pada hekekatnya digunakan sebagai alat atau cara untuk menyampaikan materi kepada siswa. Metode yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris tergantung pada kemampuan guru dalam menerapkan dan menguasai suatu metode tersebut”.

Pada hakekatnya semua metode pembelajaran itu baik, dan lebiha baik lagi kalau guru yang bersangkutan bisa menggunakan metode yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Sehingga dalam proses pembelajaran, metode yang digunakan bervariasi. Seperti tampak pada gambar foto 08 dan 09 dimana seorang guru bahasa Inggris menerapkan metode diskusi sambil memandu para siswanya dalam mendiskusikan topik tertentu di ruang perpustakaan. Sedangkan pada gambar foto 10 memperlihatkan dimana siswa melakukan kegiatan belajar di dalam kelas dengan menggunakan metode presentasi hasil kerja.

b. Karakteristik Interaksi Guru Dengan Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Inggris yang Kreatif .

1) Interaksi Metodik Yang Menunjang Keberhasilan Proses Belajar – Mengajar.

Dalam prndidikan, proses pembelajaran merupakan sebuah proses interaksi yang terjadi anatara guru sebagai orang yang mendidik dan siswa sebagai orang yang dididik dalam rangka mencapai hasil yang telah dirumuskan dalam kurikulum. Sehingga peran guru sebagai agen pendidikan sangatlah penting. Hal ini seperti yang dikatan oleh WJ sebagai berikut:

“......interaksi yang terjadi dalam pembelajaran ya tentunya interaksi dalam konteks belajar dimana seorang guru bertindak sebagai pembimbing, fasilitator, pengajar, motivator, dan sebagai sumber informasi sdangkan siswa adalah bertindak sebagai orang yang belajar yang memerlukan bimbingan dan arahan yang semuanya itu didasarkan pada kurikulum yang ada. Dalam interaksi kelas terjadi situasi khusus, yaitu situasi kependidikan atau situasi edukatif. Interaksi yang terjadi dalam situasi edukatif adalah interaksi edukatif, yaitu interaksi yang berlangsung dalam ikatan tujuan kependidikan”.

Dengan kata lain interaksi tersebut bisa terjadi karena adanya dua komponen yaitu adanya siswa yang belajar dan guru yang mengajar atau menyampaiakan materi belajar, seperti dikemukakan oleh SHR sebgai berikut:

“Interaksi yang terjadi di kelas adalah interaksi yang bersifat mendidik karena interaksi tersebut terjadi saat proses belajar mengajar dimana satu pihak bertindak sebagai pengajar, pembimbing dan fasilitator dan pihak yang satunya bertindak sebagai siswa yang sedangg belajar mempelajari ketrampilan tertentu. Guru berperan sebagai sutradara dan penulis skenario, dalam arti guru merencanakan adegan-adegan dan menentukan urutannya sementara para siswa bertindak sebagai pemerannya, sehingga pembelajar lebih banyak beraktivitas dan berinteraksi antar mereka. Skenario rencana kegiatan belajar di bagi atas fase-fase. Kegiatan interaksi dalam pembelajaran bahasa Inggris itu dapat di jalankan secara efektif sangat ditentukan oleh guru sebagai motivator dan fasilitatornya. Siswa tidak diajarkan untuk mereproduksi atau memproduksi pola kalimat yang kaku , dalam arti tidak berhubungan satu dengan lainnya serta tidak mudah ditransfer dalam situasi yang nyata”.

Ditambahkan oleh AG, dia mengatakan dalam wawancaranya dengan penulis sebgai berikut:

“.......interaksi yang terjadi antara siswa dan guru adalah interaksi formal dalam pendidikan, karena interaksi tersebut dilakukan saat mereka melakukan proses belajar mengajar yang sudah, dimana antara siswa dan guru bersama-sama melakukan interaksi dalam mencapai tujuan pembelajaran dan penguasaan ketrampilan tertentu dan proses ini di lakukan antara guru dan siswa. Guru dan siswa menggunakan bahasa Inggris yang pelajari. Penggunaan bahasa Iggris yang diajarkan bertujuan agar siswa dapat merasakan bahwa keterbatasan kosa kata bukanlah hambatan utnuk bekomunikasi, di samping itu agar siswa berlatih untuk berfikir dan berbicara dengan bahasa yang mereka pelajari, hal ini akan mempersiapkan mereka untuk dapat bereaksi wajar dalam situasi komunikasi yang riil”

2) Interaksi Pembelajaran

Dalam interaksi terjadi adanya komunikasi bukan hanya dantara guru dengan siswa tetapi komunikasi anatar guru dengan siswa, siswa dengan guru ataupun siswa dengan siswa seperti yang dijelaskan oleh WJ sebagai berikut:

“Dalam proses pembelajaran yang kreatif, siswa dituntut aktif berlatih berbicara mengemukakan pendapat, gagasan maupun sanggahan, dan berpartisipasi sehingga interaksi terjadi tidak hanya satu arah, tetapi interaksi terjadi bisa antar guru dengan siswa, siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa sendiri dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran bahasa Inggris bisa berlangsung dengan efektif, karena para siswa tidak pasif dan sekedar belajar menghafal akan tetapi aktif dan kreatif dalam mencerna suatu materi pelajaran yang disajikan dan juga mampu mengalihkannya kedalam kontek sosial yang lain. Kebebasan berfikir siswa perlu di kembangkan untuk menemukan jawabannya. Apabila terjadi kesalahan di antara jawaban mereka perlu didiskusikan di dalam kelas, sehingga mereka dapat mengoreksi kesalahannya sendiri dan menemukan jawabannya. Tindakan tersebut dimaksudkan agar guru tidak terkesan memonopoli adegan-adegan di dalam kelas dan seorang siswa akan merasa bangga jika dia merasa mampu menemukan jawabannya sendiri. Menemukan jawaban sendiri akan lebih mudah diingat dari pada hasil di drill oleh orang lain”.

Dalam proses pembelajaran siswa dituntut berperan aktif berinteraksi dengan guru dan temannya secara komunikatif. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh SHR sebagai berikut:

“......mereka yaitu siswa dituntut untuk berpartisipasi aktif dan melakukan komunikasi dengan gurunya maupun dengan temannya dalam mempelajari suatu materi tertentu. Pokoknya siswa bisa berbicara mengemukakan gagasan mereka. Sehingga agar siswa bisa menguasai ketrampilan tertentu dalam bahasa Inggris siswa perlu aktif mengadakan komunikasi dengan guru dan temannya”.

Ditambahkan oleh AG, dia mengakatan sebagai berikut:

“........interaksi terjadi karena adanya aktivitas dan komunikasi antara siswa dengan guru atau siswa dengan temannya sendiri dalam proses belajar mengajar dimana dalam interaksi tersebut siswa yang berperan aktif dalam berinteraksi Guru sebagai fasilitator menghilangkan segala hambatan dalam belajar. Di antaranya yaitu guru membangun interaksi, kedekatan dan komunikasi dengan siswa, baik secara verbal maupun non-verbal. Guru menjadi pendengar yang baik, sehingga berbagai macam pendapat baru muncul dan terakomodir adalah hal yang sangat penting bahwa menghargai semua pendapat dapat memperkaya wawasan dan membuka pikiran mereka”.

Dalam interaksi belajar bisa terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas. Dan walaupun berada di luar kelas situasi interaksi mereka adalah interaksi pembelajaran. Kegiatan interaksi ini bisa diamati melalui gambar foto 11 dan 12.

c. Karakteristik Aktivitas Pembelajaran yang Kreatif pada Siswa

1) Aktivitas Belajar

Belajar adalah proses mencoba sesuatu yang belum pernah dirasakan, dialami, dan dilihat dan belajar juga proses mencari jawaban dari esuatu yang dipelajari. Demikian ini seperti dikatakan oleh WJ sebagai berikut;

“Belajara adalah suatu proses dimana siswa mengalami sediri dari pengalaman dari apa yang mereka pelajarai dan mencari jawaban dari sesuatu yang dipelajari. Sehingga dalam proses belajar guru berperan sebagai fasilitator, motivator dan mediator bagi siswa yang sedang mempelajari sesuatu”.

Dalam proses belajar siswa perlu dituntut untuk bisa bertanya dan menjawab dari suatu permasalahan agar tidak terjadi suasana yang pasif. Demikian ini seperti yang dikatakan oleh SHR sebgai berikut;

“Ketrampilan bertanya sangat perlu dikuasai untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, karena hampir dalam setiap tahap pembelajaran guru banyak mengajukan pertanyaan, dan kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan kualitas jawaban peserta didik. Respon terhadap suatu perilaku dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut. bertujuan untuk meningkatkan perhatian peserta didik terhadap pembelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan kegiatan belajar, dan membina perilaku yang produktif.

Di dalam kelas siswa perlu dilatih dengan diskusi dan kerja kelompok, seperti diungkapkan oleh AG sebagai berikut;

“........ diskusi kelompok kecil yang bermanfaat agar siswa dapat berbagi informasi dan pengalaman dalam pemecahan suatu masalah, meningkatkan pemahaman terhadap masalah yang penting dalam pembelajaran, meningkatkan ketrampilan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, mengembangkan kemampuan berfikir dan berkomunikasi, membina kerjasama yang sehat dalam kelompok yang kohesif dan bertanggung jawab”.

Proses pembelajaran di SMP Negeri 1 Wonogiri mengikuti kalender pendidikan yang disusun berdasarkan peraturan Mendiknas no. 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah dan Peraturan Menteri no. 19 tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan dasar dan menengah serta Keputusan Mendiknas no. 125/U/2009 tentang Kalender Pendidikan dan Jumlah Jam Belajar Efektif di Sekolah yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan kabupaten Wonogiri. Jumlah jam pelajaran untuk setiap kelas adalah antara 45 jam per minggu dengan 5 pengelompokan mata pelajaran yaitu pendidikan agama, kewarganegaraan dan kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika dan jasmani. Bahasa Inggris termasuk dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dengan cakupan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri. Sedangkan struktur kurikulum SMP Negeri 1 Wonogiri adalah sebagai berikut,

TABEL 2

STRUKTUR KURIKULUM SMP NEGERI 1 WONOGIRI

Komponen

Kelas dan Alokasi Waktu

VII

VIII

IX

Pendidikan Agama

2

2

2

Pendidikan Kewarganegaraan

2

2

2

Bahasa Indonesia

4

4

4

BahasaInggris

6

6

6

Matematika

6

6

6

Ilmu Pengetahuan Alam

6

6

6

Ilmu Pengetahuan Sosial

6

6

6

Seni Budaya

2

2

2

Pendidikan Penjaskes

2

2

2

TIK

2

2

2

Bahasa Jawa

2

2

2

Elaktronika

2

2

2

Pelayanan Konseling

1

1

1

Pembinaan Siswa Oleh Wali Kelas

1

1

1

Upacara

1

1

1

Jumlah

45

45

45

Sedangkan muatan kurikulum pada mata pelajaran bahasa Inggris SMP Negeri 1 Wonogiri bertujuan

1. Agar peserta didik memiliki kemampuan mengembangkan kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan dan tulis untuk mencapai tingkat literasi fungsional.

2. Agar peserta didik memiliki kemampuan kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam masyarakat global.

3. Agar peserta didik memiliki kemampuan mengembangkan kemampuan peserta didik tentang keterkaitan antara bahasa dengan budaya.

Ruang lingkup pendidikan bahasa Inggris di SMP Negeri 1 Wonogiri meliputi aspek-aspek

1. Kemampuan berwacana.

Kemampuan memahami dan menciptakan berbagai teks fungsional pendek dan monolog essay berbentuk procedure, describtive, recount, narrative dan report.

2) Aktivitas Mengembangkan Diri

Sebagai guru kita harus dapat membangkitkan rasa percaya diri dengan ilmu yang mereka miliki, dengan menimbulkan perasaan bahwa mereka itu bisa. SHR menjelaskan kaitannya dengan aktivitas mandiri sebagai berikut:

“.......pada siswa-siswi yang agak pemalu dan kurang terlayani memang sangat diperlukan motivasi dengan tugas mandiri agar mereka bisa mengenali kemampuan mereka sendiri yang pada akhirnya bisa menimbulkan rasa percaya diri bahwa mereka bisa. Jika siswa sudah percaya diri maka akan timbul gagasan lain yang membuat siswa kita kreatif dan gagasan itu merupakan masukan yang berguna bagi guru. Lalu, menjadi sumber ilmu bagi kita sebagai guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran”.

Aktivitas dalam pembelajaran Bahasa Inggris salah satunya adalah memotivasi siswa untuk menumbuhkan percaya diri mereka, seperti dikatakan oleh WJ sebagai berikut:

“....kami memberikan aktivitas dalam pembelajaran kepada siswa dengan cara mengeksplorasi kemampuan individu, sehingga dengan cara demikian selain kami bisa mengenali kemampuan siswa dan memberikan motivasi secara tidak langsung akan tumbuh rasa percaya diri pada siswa yaitu dengan adanya rasa bahwa mereka bisa. Disamping itu kami sebagai seorang guru berusaha mengidentifikasi kebutuhan siswa sebgai titik tolak dalam menciptakan proses beelajar mengajar yang dapat menimbulkan, bahkan memperkuat motivasi belajar siswanya sebagai modal dasar dalam mencapai keberhasilan belajar. Fungsi pengajaran itu ditunjukkan dengan jelas, sehingga para siswa sungguh-sungguh menyadari pentingnya atau makna dari apa yang dipelajarinya. Apabila pembelajar mengetahui tentang pentingnya menguasai materi pelajaran bahasa Inggris yang mereka pelajari, maka mereka akan berusaha untuk mencapai apa yang mereka inginkan”.

Senada dengan pernyataan SHR dan WJ, AG menjelaskan bahwa dengan memberikan penugasan mandiri sekaligus sebagai bentuk pembimbingan individu dimana aktivitas tersebut bertujuan membangkitkan rasa percaya diri bahwa mereka bisa.

Menciptakan suasana kelas yang penuh inspirasi bagi siswa, kreatif, dan antusias merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab seorang guru. Aktivitas dalam pembelajaran harus mencerminkan pada tujuan pembelajaran. Siswa dituntut kebersamaannya untuk aktif berkreasi, bereksplorasi. Dengan begitu, waktu belajar menjadi saat yang dinanti-nantikan oleh siswa. Bagaimana seorang guru menjadi figur dan contoh kreatif bagi setiap nilai dan pencapaian kompetensi siswa adalah sebagai sebuah tantangan. Hal ini seperti diisyaratkan oleh WJ sebagai berikut:

“...dalam aktivitas saat pembelajaran kami tidak terpaku pada buku paket, kadang kami mencari topik-topik yang menarik bagi siswa yang sesuai atau paling tidak mendekati dengan kompetensi yang diharapkan. Misalnya mereka kami perintahkan untuk mencari tokoh-tokoh yang mereka sukai. Biarkan siswa secara bersama-sama mencoba menggambarkan tokoh tersebut dengan bahasa mereka sendiri, dengan arahan secukupnya, dan kadang kami menyuruh siswa berperan sebagai reporter, jurnalis, atau lainya dan berpasangan dengan temanya yang berperan sebagai tokoh terkenal. Cara-cara yang demikian dapat mendorong mereka berperan aktif dalam mengembangkan kreativitas mereka karena hal-hal seperti ini sering mereka amati setiap hari”.

Aktivitas dalam rangka mengembangkan kemampuan siswa diprogram dan direnacanakan dengan cermat karena setiap kegiatan harus bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi siswa. Kegiatan tersebut berupa kegiatan membuat laporan menganai topik tertentu yang tampak pada gambar foto 13 dan 14 dimana para siswa sedang mencarai materi tugas dari guru mereka yang nantinya hasil observasi mereka harus dilaporkan kepada siswa dan guru. Selain itu pada tiap bulan siswa diberi tugas hunting tourist yaitu mewawancarai turis di suatu lokasi dimana kegiatan tersebut dikemas dalam outbound. Dan setelah pelaksanaan selesai mereka mempunyai tagihan tugas harus membuat laporan singkat tentang wawancara mereka dengan turis yang ditemui.

B. Temuan Penelitian

Setelah mengadakan pencatatan dokumen, pengamatan dan wawancara di lokasi penelitian dari bulan April hingga bulan Desember 2009 di SMP Negeri 1 Wonogiri, peneliti telah memperoleh data dan temuan-temuan budaya atau etnografi yang ada relevansinya dengan “Karakteristik pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris kelas 9 di SMP Negeri 1 Wonogiri”. Temuan etnografi tersebut menunjukkan adanya makna kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan sudah membudaya pada SMP Negeri 1 Wonogiri. Temuan-temuan etnografi yang dimaksud tersebut adalah mengenai; 1) karakteristik materi pembelajaran bahasa Inggris yang kreatif kelas 9 di SMP Negeri 1 Wonogiri, 2) karakteristik interaksi guru dengan siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris yang kreatif kelas 9 di SMP Negeri 1 Wonogiri, 3) karakteristik aktivitas pembelajaran yang kreatif pada siswa kelas 9 dalam mata pelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri 1.

1. Karakteristik Materi Pembelajaran Bahasa Inggris yang Kreatif Kelas 9 di SMP Negeri 1 Wonogiri.

Materi pembelajaran Bahasa Inggris yang kreatif pada kelas 9 SMP Negeri 1 Wonogiri mempunyai beberapa karakteristik yaitu;

a. Materi bahan ajar tidak hanya menggunakan buku paket tetapi bisa menggunakan sumber lain yang relevan.

b. Materi yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Inggris bisa bersumber dari majalah, surat kabar potongan iklan di koran, brosur, photo artis, film, bank soal, dan hal-hal yang terkini yang terkait, siswa bisa lebih nyambung dan ada kaitannya dengan materi SKL Ujian Nasional.

c. Materi khususnya untuk bahasa Inggris harus di desain sedemikian rupa, cocok untuk mencapai tujuan dan juga harus memperhatikan komponen-komponen lainnya yang sudah dirumuskan dalam silabus.

d. Materi pembelajaran sebagai sumber belajar bisa diambil dari lingkungan sekitar, tidak hanya buku saja tergantung kreativitas guru yang bersangkutan yang bisa digunakan dalam pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas.

e. Pemilihan materi pembelajaran meliputi: prinsip relevansi, konsistensi, kecukupan. Prinsip relevansi artinya materi pembelajaran hendaknya relevan memiliki keterkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Prinsip konsistensi artinya adanya keajegan antara bahan ajar dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Misalnya, kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan.

f. Materi pembelajaran sebagai sumber belajar merupakan segala sesuatu yang diperlukan dalam proses pembelajaran, yang dapat berupa: buku teks, media cetak, media elektronika, nara sumber, lingkungan alam sekitar, dan sebagainya.

g. Dalam memilih materi sebagai pokok bahan belajar harus dipertimbangkan hal-hal seperti: relevansi materi pokok dengan SK dan KD nya.

h. Materi pembelajaran sebagai sumber belajar harus diperhatikan keaslian materi, benar-benar teruji kebenaranya, materi yang akan diajarkan tersebut memang benar-benar diperlukan oleh siswa, materi tersebut memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan pada jenjang berikutnya, materi tersebut layak dipelajari atau tidak baik dari aspek tingkat kesulitan maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat, kemudian materinya menarik minat siswa dan bisa memotivasi atau tidak untuk mempelajari lebih lanjut.

i. Materi ajar disusun dengan tujuan yaitu untuk menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik.

j. Materi pembelajaran sebagai sumber belajar bisa mrnggunakan media elektronik dan non elektronik.

k. Dalam penyampaian materi dalam pembelajaran dibutuhkan teknik dan metode yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan.

l. Adanya evaluasi dari pelaksanaan pembelajaran.

2. Karakteristik Interaksi Guru dengan Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Inggris yang Kreatif Kelas 9 di SMP Negeri 1 Wonogiri.

a. Interaksi yang terjadi dalam pembelajaran ya tentunya interaksi dalam konteks belajar dimana seorang guru bertindak sebagai pembimbing, fasilitator, pengajar, motivator, dan sebagai sumber informasi sdangkan siswa adalah bertindak sebagai orang yang belajar yang memerlukan bimbingan dan arahan.

b. Interaksi yang terjadi di kelas adalah interaksi yang bersifat mendidik karena interaksi tersebut terjadi saat proses belajar mengajar dimana satu pihak bertindak sebagai pengajar, pembimbing dan fasilitator dan pihak yang satunya bertindak sebagai siswa yang sedangg belajar mempelajari ketrampilan tertentu.

c. Guru berperan sebagai sutradara dan penulis skenario, dalam arti guru merencanakan adegan-adegan dan menentukan urutannya sementara para siswa bertindak sebagai pemerannya, sehingga pembelajar lebih banyak beraktivitas dan berinteraksi antar mereka.

d. Skenario rencana kegiatan belajar di bagi atas fase-fase.

e. Kegiatan interaksi dalam pembelajaran bahasa Inggris itu dapat di jalankan secara efektif sangat ditentukan oleh guru sebagai motivator dan fasilitatornya. Siswa tidak diajarkan untuk mereproduksi atau memproduksi pola kalimat yang kaku , dalam arti tidak berhubungan satu dengan lainnya serta tidak mudah ditransfer dalam situasi yang nyata.

f. Guru dan siswa menggunakan bahasa Inggris yang pelajari. Penggunaan bahasa Iggris yang diajarkan bertujuan agar siswa dapat merasakan bahwa keterbatasan kosa kata bukanlah hambatan utnuk bekomunikasi, di samping itu agar siswa berlatih untuk berfikir dan berbicara dengan bahasa yang mereka pelajari, hal ini akan mempersiapkan mereka untuk dapat bereaksi wajar dalam situasi komunikasi yang riil.

g. Dalam proses pembelajaran yang kreatif, siswa dituntut aktif berlatih berbicara mengemukakan pendapat, gagasan maupun sanggahan, dan berpartisipasi sehingga interaksi terjadi tidak hanya satu arah, tetapi interaksi terjadi bisa antar guru dengan siswa, siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa sendiri dalam proses belajar mengajar.

h. Apabila terjadi kesalahan di antara jawaban mereka perlu didiskusikan di dalam kelas, sehingga mereka dapat mengoreksi kesalahannya sendiri dan menemukan jawabannya. Tindakan tersebut dimaksudkan agar guru tidak terkesan memonopoli adegan-adegan di dalam kelas dan seorang siswa akan merasa bangga jika dia merasa mampu menemukan jawabannya sendiri.

i. Siswa dituntut untuk berpartisipasi aktif dan melakukan komunikasi dengan gurunya maupun dengan temannya dalam mempelajari suatu materi tertentu.

j. Guru menjadi pendengar yang baik, sehingga berbagai macam pendapat baru muncul dan terakomodir adalah hal yang sangat penting bahwa menghargai semua pendapat dapat memperkaya wawasan dan membuka pikiran mereka.

2. Karakteristik Aktivitas Pembelajaran yang Kreatif pada Siswa Kelas 9 dalam Mata Pelajaran Bahasa Inggris di SMP Negeri 1.

Dalam aktivitas pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri Wonogiri mempunyai beberapa karakteristik antara laian;

a. Aktivitas pembelajaran dibagi dalam aktivitas kelompok dan mandiri.

b. Dalam aktivitas pembelajaran dikembangkannya rasa percaya diri para siswa dan mengurangi rasa takut.

c. Dalam aktivitas pembelajaran diberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk berkomunikasi secara bebas terarah.

d. Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya.

e. Siswa dilatih untuk problem solving, brain storming, inquiry, dan role playing.

f. Siswa berlatih mengembangkan kompetensinya dalam menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi.

g. Pada siswa-siswi yang agak pemalu dan kurang terlayani memang sangat diperlukan motivasi dengan tugas mandiri agar mereka bisa mengenali kemampuan mereka sendiri yang pada akhirnya bisa menimbulkan rasa percaya diri bahwa mereka bisa.

h. Siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kemampuan individu, sehingga bisa mengenali kemampuan siswa dan memberikan motivasi secara tidak langsung akan tumbuh rasa percaya diri pada siswa yaitu dengan adanya rasa bahwa mereka bisa.

i. Siswa secara bersama-sama mencoba menggambarkan sesuatu dengan bahasa mereka sendiri, dengan arahan secukupnya, dan kadang siswa berperan sebagai reporter, jurnalis, atau lainya dan berpasangan dengan temanya yang berperan sebagai tokoh terkenal.

j. Siswa didorong untuk menemukan / mengkonstruksi sendiri konsep yang sedang dikaji melalui penafsiran yang dilakukan dengan berbagai cara seperti observasi,diskusi atau percobaan.

k. Siswa diberi kesempatan untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugas bersama.

BAB V

PEMBAHASAN DAN TEORI HASIL PENELITIAN

A. Pembahasan Hasil Penelitian

Dengan memperhatikan hasil temuan penelitian berupa wawancara, data, dan pengamatan tentang pengelolaan pembelajaran Bahasa Inggris Kelas IX di SMP Negeri 1 Wonogiri, maka dengan demikian dapat dibahas sebagai berikut;

1. Karakteristik Materi Pembelajaran Bahasa Inggris yang Kreatif Kelas 9 di SMP Negeri 1 Wonogiri.

Materi bahan menggunakan sumber lain yang relevan bisa bersumber dari lingkungan sekitar, tidak hanya buku saja tergantung kreativitas guru yang bersangkutan yang bisa digunakan dalam pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Dan materi khususnya untuk bahasa Inggris perlu di desain sedemikian rupa, agar cocok untuk mencapai tujuan dan juga harus memperhatikan komponen-komponen lainnya yang sudah dirumuskan dalam silabus.

Materi pembelajaran sebagai sumber belajar bisa diambil dari Pemilihan materi pembelajaran meliputi: prinsip relevansi, konsistensi, kecukupan. Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang diperlukan dalam proses pembelajaran, yang dapat berupa: buku teks, media cetak, media elektronika, nara sumber, lingkungan alam sekitar, dan sebagainya. Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dan seperti yang dikemukakan oleh Wilkerson (2008; 4) bahwa pada penguasaan dan praktek bahasa pada pendidikan modern didasarkan pada prinsip bahwa kelas harus memberi sebanyak mungkin kesempatan untuk input, output, interaksi dan negoisasi tentang arti pada bahasa target.

Lain halnya Domke (2005; 1) mengatakan bahawa dalam penyajian bahan pengajaran kelangkaan bahan-bahan materi pelajaran yang efektif bisa dicari solusinya dengan pelaksanaan kegiatan kelas kreatif. Kegiatan ini dapat dikembangkan dengan menggunakan bahan-bahan yang ada dan berkaitan dengan realita di lingkungan kita. Namun dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut, yaitu; valid, tingkat kepentingan, kebermaknaan, kelayakan, dan menarik.

a. Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.

b. Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.

c. Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.

d. Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.

Materi sebagai pokok bahan belajar harus dipertimbangkan hal-hal seperti relevansi materi pokok dengan SK dan KD nya. sumber belajar harus diperhatikan keaslian materi, benar-benar teruji kebenaranya, materi yang akan diajarkan tersebut memang benar-benar diperlukan oleh siswa, materi tersebut memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan pada jenjang berikutnya, materi tersebut layak dipelajari atau tidak baik dari aspek tingkat kesulitan maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat, kemudian materinya menarik minat siswa dan bisa memotivasi atau tidak untuk mempelajari lebih lanjut.

Penyusunan materi bertujuan untuk menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik bisa menggunakan media elektronik dan non elektronik. Disamping itu dalam penyampaian materi dalam pembelajaran dibutuhkan teknik dan metode yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Pada initinya dalam pengusaan ketrampilan berbahasa ketersediaan materi dalam pembelajaran harus bisa memberi kesempatan sebanyak mungkin bagi siswa untuk belajar dan berlatih.

2. Karakteristik Interaksi Guru dengan Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Inggris yang Kreatif Kelas 9 di SMP Negeri 1 Wonogiri.

Interaksi yang terjadi dalam pembelajaran adalah interaksi dalam konteks belajar dimana seorang guru bertindak sebagai pembimbing, fasilitator, pengajar, motivator, dan sebagai sumber informasi sdangkan siswa adalah bertindak sebagai orang yang belajar yang memerlukan bimbingan dan arahan serta informasi. Dan juga guru berperan sebagai sutradara dan penulis skenario, dalam arti guru merencanakan adegan-adegan dan menentukan urutannya sementara para siswa bertindak sebagai pemerannya, sehingga pembelajar lebih banyak beraktivitas dan berinteraksi antar mereka. Skenario rencana kegiatan belajar di bagi atas fase-fase. Karena pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Dan proses pembelajaran itu terdiri atas beberapa komponen yang satu sama lain saling berinteraksi (Sanjaya, 2006; 58).

Kegiatan interaksi dalam pembelajaran bahasa Inggris dapat di jalankan secara efektif sangat ditentukan oleh guru sebagai motivator dan fasilitatornya. Dan siswa tidak diajarkan untuk mereproduksi atau memproduksi pola kalimat yang kaku , dalam arti tidak berhubungan satu dengan lainnya serta tidak mudah ditransfer dalam situasi yang nyata.

Dalam interaksinya setiap hari guru dan siswa menggunakan bahasa Inggris yang pelajari. Penggunaan bahasa Iggris yang diajarkan bertujuan agar siswa dapat merasakan bahwa keterbatasan kosa kata bukanlah hambatan utnuk bekomunikasi, di samping itu agar siswa berlatih untuk berfikir dan berbicara dengan bahasa yang mereka pelajari, hal ini akan mempersiapkan mereka untuk dapat bereaksi wajar dalam situasi komunikasi yang riil, siswa dituntut aktif berlatih berbicara mengemukakan pendapat, gagasan maupun sanggahan, dan berpartisipasi sehingga interaksi terjadi tidak hanya satu arah, tetapi interaksi terjadi bisa antar guru dengan siswa, siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa sendiri dalam proses belajar mengajar. Apabila terjadi kesalahan di antara jawaban mereka perlu didiskusikan di dalam kelas, sehingga mereka dapat mengoreksi kesalahannya sendiri dan menemukan jawabannya. Tindakan tersebut dimaksudkan agar guru tidak terkesan memonopoli adegan-adegan di dalam kelas dan seorang siswa akan merasa bangga jika dia merasa mampu menemukan jawabannya sendiri.

Coffey (2009; 4-5)mengatakan bahwa keberhasilan dalam mencapai sesuatu harus melibatkan kelompok yang saling berperan. Guru perlu memberi peran pada tiap anggota dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas. Siswa harus berdekatan untuk menyampaikan ide, pendapat dan saran sehingga mereka bisa berhadapan langsung megemukakan gagasan maupun pendapat mereka dan memberi serta menerima saran. Dan dalamm memanfaatkan kelompok belajar di kelas bisa memberikan tugas bersama-sama akan tetapi secara individu tiap siswa harus bisa terukur tingkat keberhasilannya. Dalam kelompok siswa secara langsung berinteraksi dengan temannya yang mempunya latar belakang social yang bermacam-macam. Siswa harus bisa beradaptasi dengan temannya yang mempunyai latar belakang social yang berbeda untuk mencapai keberhasilan

Ada beberapa ranah yang harus diperhatikan dalam pembelajaran bahasa yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan demikian, dalam pembelajaran bahasa, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menjaga terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Guru menjadi pendengar yang baik, sehingga berbagai macam pendapat baru muncul dan terakomodir adalah hal yang sangat penting bahwa menghargai semua pendapat dapat memperkaya wawasan dan membuka pikiran mereka.

3. Karakteristik Aktivitas Pembelajaran yang Kreatif pada Siswa Kelas 9 dalam Mata Pelajaran Bahasa Inggris di SMP Negeri 1.

Dalam aktivitas pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri Wonogiri, aktivitas pembelajaran dibagi dalam aktivitas kelompok dan mandiri. Dalam aktivitas pembelajaran ini dikembangkan rasa percaya diri para siswa untuk mengurangi rasa takut. Aktivitas pembelajaran diberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk berkomunikasi secara bebas terarah. Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya dan dilatih untuk problem solving, brain storming, inquiry, dan role playing. Siswa berlatih mengembangkan kompetensinya dalam menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi.

Pada siswa-siswi yang agak pemalu dan kurang terlayani memang sangat diperlukan motivasi dengan tugas mandiri agar mereka bisa mengenali kemampuan mereka sendiri yang pada akhirnya bisa menimbulkan rasa percaya diri bahwa mereka bisa. Siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kemampuan individu, sehingga bisa mengenali kemampuan siswa dan memberikan motivasi secara tidak langsung akan tumbuh rasa percaya diri pada siswa yaitu dengan adanya rasa bahwa mereka bisa. Siswa diberi kesempatan untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugas bersama dan guru harus menggunakan metode dan pendekatan pembelajaran yang tidak saja membuat proses pembelajaran menarik, tapi juga memberikan ruang bagi murid untuk berkreativitas dan terlihat secara aktif sepanjang proses pembelajaran. Hingga aspek kognitif, afektif dan psikomotorik anak pun dapat berkembang maksimal secara bersamaan.

Abromitis (2009; 1-4) menerangkan bahwa pada dasarnya aktivitas daam pembelajaran yang dilakukan secara kelompok adalah merupakan suatu proses untuk tiap individu melakukan aktivitas belajar, berlatih, berpendapat, berinteraksi dan bersosialisasi untuk mencapai keberhasilan mereka dalam belajar. Sehingga keberhasilan yang dicapai oleh kelompok merupakan kontribusi keberhasilan dari usaha tiap individu dalam mencapai kemajuan dan keberhasilan tersebut.

Dalam beraktivitas untuk meningkatkan kreativitas dalam mempelajari bahsa Inggris, dapat digunakan sejumlah strategi khusus yang dapat meningkatkan kreativitas. Siswa secara bersama-sama beraktivitas mencoba menggambarkan sesuatu dengan bahasa mereka sendiri, dengan arahan secukupnya, dan kadang siswa berperan sebagai reporter, jurnalis, atau lainya dan berpasangan dengan temanya yang berperan sebagai tokoh terkenal. Siswa didorong untuk menemukan atau mengkonstruksi sendiri konsep yang sedang dikaji melalui penafsiran yang dilakukan dengan berbagai cara seperti observasi,diskusi atau percobaan.

B. Teori Hasil Penelitian

Dari pembahasan yang diuraikan diatas yang berkaitan dengan pengelolaan perpustakaan dengan fokus pembahaan tentang Karakteristik Pengelolaan Pembelajaran Bahasa Inggris Kelas IX di SMP Negeri 1 Wonogiri, sehingga menghasilkan teori sebagai berikut ;

  1. Materi pembelajaran akan menjadi lebih menarik bagi siswa dan bisa memberi motivasi belajar lebih tinggi jika didukung dengan teknik dan metode mengajar yang baik serta kreativitas guru.
  2. Interaksi dalam pembelajaran bisa berlangsung dengan baik manakala guru dan siswa melaksanakan peran masing-masing dan berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar.
  3. Aktivitas dalam pembelajaran yang baik adalah aktivitas yang memberikan kebebasan dan kesempatan siswa untuk mengembangkan kemampuannya, dan bertanggung jawab menyelesaikan tugasnya.

BAB. VI

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dengan memperhatikan uraian penelitian dan hasil temuan penelitian serta pembahasan, maka dengan demikian dapat disimpulkan kesimpulan sebagai berikut.

  1. Karakteristik Materi Pembelajaran Bahasa Inggris yang Kreatif Kelas 9 di SMP Negeri 1 Wonogiri menggunakan sumber pembelajaran dari sumber yang relevan bisa bersumber dari lingkungan sekitar, tidak hanya buku saja tergantung kreativitas guru yang bersangkutan yang bisa digunakan dalam pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Dan materi khususnya untuk bahasa Inggris perlu di desain sedemikian rupa, agar cocok untuk mencapai tujuan dan juga harus memperhatikan komponen-komponen lainnya yang sudah dirumuskan dalam silabus, pokok bahasan belajar harus dipertimbangkan hal-hal seperti relevansi materi pokok dengan SK dan KD nya. Sumber belajar harus diperhatikan keaslian materi, benar-benar teruji kebenaranya, materi yang akan diajarkan tersebut memang benar-benar diperlukan oleh siswa, materi tersebut memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan pada jenjang berikutnya, materi tersebut layak dipelajari atau tidak baik dari aspek tingkat kesulitan maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat, kemudian materinya menarik minat siswa dan bisa memotivasi atau tidak untuk mempelajari lebih lanjut.
  2. Karakteristik Interaksi Guru dengan Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Inggris yang Kreatif Kelas 9 di SMP Negeri 1 Wonogiri adalah interaksi dalam konteks belajar dimana seorang guru bertindak sebagai pembimbing, fasilitator, pengajar, motivator, dan sebagai sumber informasi sedangkan siswa adalah bertindak sebagai orang yang belajar yang memerlukan bimbingan dan arahan. Guru berperan sebagai sutradara dan penulis skenario, dalam arti guru merencanakan adegan-adegan dan menentukan urutannya sementara para siswa bertindak sebagai pemerannya, siswa dituntut aktif berlatih baik untuk dapat berbicara, mengemukakan pendapat, gagasan maupun sanggahan, dan berpartisipasi sehingga interaksi terjadi tidak hanya satu arah, tetapi interaksi terjadi bisa antar guru dengan siswa, siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa sendiri dalam proses belajar mengajar.
  3. Karakteristik Aktivitas Pembelajaran yang Kreatif pada Siswa Kelas 9 dalam Mata Pelajaran Bahasa Inggris di SMP Negeri 1, aktivitas pembelajaran dibagi dalam aktivitas kelompok dan mandiri. Dalam aktivitas pembelajaran ini dikembangkan rasa percaya diri para siswa untuk mengurangi rasa takut. Aktivitas pembelajaran diberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk berkomunikasi secara bebas terarah. Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya dan dilatih untuk problem solving, brain storming, inquiry, dan role playing. Semua siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kemampuan individu, sehingga bisa mengenali kemampuan siswa dan memberikan motivasi secara tidak langsung akan tumbuh rasa percaya diri pada siswa yaitu dengan adanya rasa bahwa mereka bisa. Dan siswa diberi kesempatan untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugasnya sendiri maupun kelompok.

B. Implikasi

Dari hasil temuan peneliti dan pembahasan temuan penelitian seperti yang telah diuraikan pada bab terdahulu, kemudian peneliti bandingkan dengan kajian teori, maka peneliti dapat menguraikan implikasi sebagai berikut ;

  1. Untuk menjadikan materi pembelajaran menarik minat siswa, perlu didukung dengan teknik dan metode mengajar yang baik serta kreativitas guru.
  2. Agar interaksi dalam pembelajaran bisa berlangsung dengan baik, guru harus bisa berperan sebagai pengajar, pembimbing dan fasilitator, sedangkan siswa harus berpartisipasi aktif membutuhkan bimbingan dan motivasi.
  3. Untuk mewujudkan aktivitas pembelajaran yang baik, siswa harus diberi kebebasan dan kesempatan untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugas mereka baik tugas mandiri maupun kelompok.

96


C. Saran

Ada beberap saran yang dapat peneliti kemukakan dalam penelitian ini sebagai kontribusi atau sumbangan pemikiran terhadap kegiatan pengelolaan pembelajaran Bahasa Inggris yang kreatif untuk kelas IX.

1. Untuk Kepala sekolah

Kepala sekolah diharapkan:

a. Memberi motivasi dan kebebasan guru untuk berkreativitas dalam pembelajaran baik di dalam di di luar dengan menyediakan dana yang memadai.

b. Melaksanakan supervisi secara terstruktur dan berkala dengan agar kegiatan guru dalam melaksanakan pembelajaran selalu termonitor sehingga ada upaya guru akan terus meningkatkan kinerja dan kreativitas mereka.

2. Untuk guru

a. Guru hendaknya mau meningkatkan ilmunya dengan belajar bersama dalam forum guru (MGMP), diskusi ilmiah, atau belajar melalui pendidikan profesi dan pendidikan tinggi.

b. Guru seharusnya tidak selalu terpaku dengan model pembelajaran, materi pembelajaran, dan sarana yang ada. Guru harus bisa lebih kreatif dalam mengantisipasi keterbatasan sarana, media, dan materi yang ada.

3. Untuk Instansi terkait

Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota diharapkan:

a. Memberikan pelayanan terhadap sekolah dalam mengelola seluruh aset/sumberdaya pendidikan yang meliputi tenaga guru, prasarana dan sarana pendidikan, buku pelajaran, dana pendidikan, dan sebagainya;

b. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pendidikan dan pembelajaran di sekolah secara berkala dan profesional sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah melalui Badan Standar Nasional Pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA

Anastasia, Ane, 2002, Psikologi Kaltesting, MAC Milion Publising Company, New York.

Anonim, 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta.

Anonim, 2008. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktek Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Anonim, 2009, Pengembangan kreativitas anak berbakat, Rineka Cipta Jakarta

Anonim, 2009, Seluk-Beluk Materi Pembelajaran., http://www.idonbiu.com/2009/05/ html

Arikunto, S. 1987. Pengelolaan Kelas dan Siswa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Arqom, Ahmad. 07.01.08/12 a.m. Anda Tidak Akan Kehabisan Sumber Daya Jika Selalu Berpikir Kreatif. http//www.trusco Surabaya.com.

Ary, Donald, et al, 1985, introduction to research in education, CBS Colledge Publishing, USA.

Bogdan, Robert C & Biklen, Sari Knopp, 1988,Qualitative Research For Education, A Viacom Company 160 Goul Street, USA.

Conny Semiawan, 2002, Menuju Pendidikan Multi Kultur, Grasindo, Jakarta

Creswell, John W , 1994, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach, Sage Publications 2455 Teller Road Thousand Oaks, California 91320.

Dimyati & Mujiono. 1999. Belajar dan Pembelajajaran. Bandung: Pustaka Setia.

Djamaroh, S.1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.

Elizabeth, Hurlock, 2000, Perkembangan Anak, Terjemahan Meika Sari, Penerbit Erlangga Jakarta.

96

Hardjono, Sartinah. 1998. Psikologi Belajar Mengajar Bahasa Asing. Jakarta: Depdikbud. Dirjen Dikti, P2LPTK.

Iskandarwassid & Sunendar, Dadang.2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Jakarta: Remaja Rosda Karya.

Johnson, B. Elaine. 2002. Contextual Teaching and Learning: what it is and why it’s here to stay. California: Corwin Press. Terjemahan oleh Ibnu Setiawan. 2009. Bandung: Mizan Media Utama.

Miles, B & Huberman, M. 1992. Qualitative Data Analysis. Sage Publication. Terjemahan. Oleh tjetjep Rohendi Rosidi. Tahun 1997. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Moleong, L.J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Morton, Rogers, 2002, Custom Compliance is Critical Business, Journal Transportasi dan Distribusi, Volume 43, 2 p. 26.

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Munandar Utami. 2009. Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Munandar, Aris, 2002, Pembangunan Politik, Situasi Global dan Hak Asasi Manusia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Oemar, Hamalik. 1990. Pengembangan Kurikulum: Dasar dan Pengembangannya. Bandung: MandarMaju.

Raka, T.J. 1984. Pengelolaan Kelas. Jakarta Depdiknas.

Sabari Akhadiah, Krisna Sanjaya, Sintowati. 1997. Teori Belajar Bahasa. Jakarta: Depdikbud. Dirjen. Dikdasmen.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Soemarsono. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press.

Soetarno, 2002. School based management dalam rangka menuju otonomi daerah. Makalah seminar pendidkan dalam rangka memperingati hardiknas 11 mei 2002.

Spradley, James P, 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta. Tiara Wacana

Sugiyono. 1998. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana syaodih. 2003,landasan psikologi proses pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya)

Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Penetapannya dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Uno,hamzah b, 2008,profesi kependidikan,Bumi Aksara, Jakarta

Utami, Munandar, 2002, Produktivitas dan Manusia Indonesia, Bumi Aksara Jakarta.

Wardani, I.G.A.K. 2001. Sistem Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Yudha, Andi. 2009. Mengapa Guru Harus Kreatif. Bandung: Mizan Media Utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar